Lihat ke Halaman Asli

Komitmen Ditjen Perbendaharaan dalam Penyediaan Dana APBN Untuk Mensukseskan Pembangunan Infrastruktur

Diperbarui: 11 September 2015   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bagan rencana dan penarikan APBN"][/caption] 

 

Oleh: Seti Gautama Adi Nugroho

Kementerian Keuangan cq. Ditjen Perbendaharaan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) berkomitmen menyediakan dana untuk pembiayaan APBN berapapun dan kapanpun dibutuhkan. Untuk melaksanakan komitmennya, Ditjen Perbendaharaan membutuhkan informasi kebutuhan dana satuan kerja pemerintah dalam bentuk Rencana Penarikan Dana (RPD). Namun, penerapan RPD (kadang disebut rencana penarikan kas / renkas) pada sistem pengelolaan kas negara mendapat sorotan dari Bapak Hediyanto, Dirjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada konferensi pers tanggal 3 September 2015 di Jakarta (sumber). Pasalnya SPM Ditjen Bina Marga yang diajukan sering mendapat penolakan oleh KPPN karena belum menyampaikan rencana penarikan dana dan respon penolakan tersebut baru diterima 5 hari kemudian. Isu ini menarik karena muncul ditengah pelambatan realisasi APBN.

Namun demikian, opini dan informasi keterlambatan realisasi APBN yang dialami Kementerian PUPR perlu mendapatkan klarifikasi karena Sistem RPD didesain untuk pengendalian kas negara yang seharusnya tidak mempengaruhi norma waktu penyelesaian tagihan pihak ketiga. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi waktu penyelesaian tagihan, misalnya birokrasi di satker, birokrasi di vendor/rekanan, kelengkapan dokumentasi tagihan, perijinan, dan lain-lain; dimana informasi tersebut perlu penelitian lebih lanjut.

Sistem rencana kas diperkenalkan sejak tahun 2009. Saat itu, Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan mendapat tantangan untuk memperbaiki pengelolaan kas. Pada masa itu, 181 KPPN diseluruh Indonesia memegang saldo kas harian. Pedoman pengelolaan kas di KPPN saat itu, kekurangan kas akan dimintakan pada sore hari setelah seluruh penerimaan negara dan permintaan pencairan dana telah selesai diproses. Selisih saldo akhir hari inilah yang menjadi dasar permintaan dana esok hari untuk memulihak saldo harian KPPN.

Model tatakelola kas sebelum 2009 tersebut memiliki kelebihan flexibilitas pembayaran, namun terdapat banyak kelemahan, misalnya negara tidak dapat mengetahui kebutuhan kas yang pasti secara bulanan, mingguan, bahkan harian. Kebijakan menjaga saldo kas di rekening 181 KPPN yang tersebar di seluruh Indonesia mengakibatkan hilangnya kesempatan pemanfaatan dana untuk hal-hal strategis, misalnya intervensi harga valas di pasar uang, imbal jasa atas pengeloaan kas, atau pembelian kembali surat utang negara.

Tata kelola kas negara tersebut mengusik Menteri Keuangan saat itu. Ibu Sri Mulyani menantang Ditjen Perbendaharaan untuk memperbaiki system. Beliau memberikan analogi bahwa pedagang bakso dapat mengetahui berapa uang kas yang akan dikeluarkan esok, lusa, minggu depan, bahkan mungkin bulan depan. Sungguh menyedihkan jika negara sebesar Indonesia yang dikelola oleh pegawai terpilih ini, tidak dapat mengetahui berapa kebutuhan kas secara akurat.

Singkat cerita reformasi sistem dijalankan. Saat ini, pengelolaan kas negara di Indonesia  terpusat di Direktorat Kas Negara, Ditjen Perbendaharaan. KPPN tidak lagi memegang kas yang dulunya dikelola oleh bank mitra setempat. Seluruh dana pemerintah dikelola dalam satu kerangka treasury single account atau disebut juga Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Sentralisasi dana tersebut membuat volume dana yang dikelola menjadi sangat besar dan memiliki nilai strategis sangat tinggi. Terdapat 3 kelompok rekening pada RKUN yang salah satunya Saldo Anggaran Lebih (SAL). Nilai SAL saja mencapai 55 triliun rupiah (Kontan, 9/9). Dengan volume yang besar tersebut, dapat dibayangkan betapa besarnya pengaruh perpindahan dana pemerintah pada bank penerima. Oleh karena dampak dan risiko yang besar, RKUN utama berada di Bank Indonesia. Namun untuk meningkatkan manfaat atas kas negara tersebut, RKUN juga bermitra dengan 4 bank BUMN terbesar (BRI, BNI, MANDIRI, dan BTN). 

Namun sistem TSA belum lengkap untuk tatakelola kas negara, karena pertanyaan utama berapakah kebutuhan harian dana pemerintah belum terjawab. Yang diketahui Bendahara Umum Negara adalah pagu anggaran satuan kerja pemerintah. Sedangkan informasi kapan dan berapa kebutuhan dana secara akurat, hanya diketahui oleh satuan kerja pemerintah. Jika dibandingkan dengan transaksi pada bank umum, tiap bank memiliki kebijakan batasan penarikan dana. Jika ada nasabah yang membutuhkan dana misalnya 200 juta, maka nasabah tersebut diminta untuk menyampaikan permintaan dana beberapa hari sebelum tanggal penarikan. Ide ini diadopsi oleh Ditjen Perbendaharaan dengan istilah Rencana Penarikan Dana (RPD).

Secara teknis, RPD sama persis dengan rencana penarikan dana oleh nasabah bank umum. Satuan kerja yang membutuhkan dana lebih dari 200 juta (mitra KPPN tipe A2/kecil) atau 1 milyar (mitra KPPN A1/besar) diminta untuk menginformasikan RPD-nya sekurang-kurangnya 5 hari kerja sebelum tanggal penarikan. Informasi ini dapat disampaian via email, telpon, atau datang langsun ke loket KPPN. Dalam hal RPD belum disampaikan atau disampaikan pada saat pencairan dana, maka dokumen pencairan dana dikembalikan kepada satuan kerja dan pencarian dana dapat dilakukan pada 5-15 hari kerja berikutnya sesuai dengan besaran dana yang diminta. Hal ini untuk memberikan kesempatan bagi Bendahara Umum Negara dalam menyediakan dana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline