Oleh: Darso Widodo, KPPN Liwa
[caption caption="globalisation"][/caption]
Perkembangan Globalisasi di dunia berkembang dalam tahapan-tahapan. Pada abad-19 dilakukan dengan agresi fisik dalam bentuk pelayaran dan penjajahan benua baru dengan kedok perdagangan, walaupun ternyata hanya eksploitasi sumber alam lokal saja. Abad-20, globalisasi dikemas dalam bentuk politik, budaya, dan teknologi yang diarahkan untuk memenangkan pasar dan mendorong merchantilism. Abad-21, globalisasi dirangkai dalam bentuk demokratisasi untuk menghindari adu kekuatan secara fisik militer. Pemilik dana besar sudah siap ekspansi dengan membeli pengikut. Untuk itu diperlukan satu bentuk globalisasi baru untuk masa depan yang lebih baik.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan boleh menjadi pioneer dalam masalah ini dan mengambil peluang sebagai pelopor.
Tulisan ini mencoba mengingatkan kembali susunan struktur organisasi ideal sebagai satu usaha membangun globalisme baru. Struktur yang ideal ini untuk menjawab pertanyaan bagaimana struktur bisa mempengaruhi jalannya organisasi dan menentukan nasib anggota-anggotanya. Serta, bagaimana struktur bisa mempengaruhi lingkungan eksternal organisasi, yakni masyarakat. Adapun, organisasi sendiri terdiri atas empat unsur pokok. Unsur pokok organisasi adalah :
- kelompok orang
- pembagian kerja/aktivitas
- kerjasama (hubungan)
- tujuan bersama.
Keempat unsur tersebut merupakan satu-kesatuan yang tak terpisahkan. Apabila salah satu unsur tidak dipenuhi, berarti organisasi kurang lengkap, bahkan kemungkinan tidak dapat disebut "sebuah organisasi".
Struktur organisasi sering dianggap sepele. Misalnya, sekelompok orang yang akan menyaksikan pemutaran film di sebuah bioskop, tepat pukul lima sore hingga selesai. Mereka terdiri dari lima puluh orang, pria dan wanita. Semua orang memiliki tujuan bersama, yakni pemutaran film. Pekerjaan dibagi-bagi diantara mereka. Ada petugas pemutar film, penonton film, penjual tiket, dan lain-lain. Untuk kenyamanan, beberapa orang penonton membeli minuman dan snack untuk dimakan selama film berlangsung. Semua kegiatan ini dilakukan sendiri-sendiri tanpa kerjasama. Oleh karena itu, kelompok ini bukanlah suatu organisasi karena organisasi tersebut tidak memiliki struktur yang merupakan unsur pokok organisasi ideal.
Kebanyakan ahli organisatoris menganggap struktur flat adalah penyempurnaan struktur yang hirarcycal (birokratis) karena bentuk struktur lebih luwes, adaptif dan memenuhi kebutuhan semua orang, atasan, dan bawahan. Pendek kata, the end of perfection. Namun demikian, perlu digarisbawahi bahwa untuk menciptakan hubungan pribadi lebih efektif dengan kelompok-kelompok kecil (tall). Maka, struktur juga dianggap sesuatu yang tidak pasti dan tidak jelas.
Mari kembali ke kelompok pemutaran film tadi. Perhatikan, adakah kerjasama antara penonton dan petugas bioskop? Tanpa kerjasama rasanya mustahil kegiatan pemutaran film sukses. Itu berarti, terdapat kerjasama walaupun tidak disadari secara penuh. Namun, tetap saja kelompok ini belum dapat disebut satu organisasi ideal. Jadi, meskipun unsur-unsur organisasi lengkap, suatu kelompok belum tentu merupakan satu organisasi ideal tanpa kejelasan struktur organisasi diantara anggota kelompok.
Jelaslah, ada suatu kerancuan dalam teori-teori organisasi dan paradigma sosial selama ini. Struktur organisasi yang selalu dianggap sepele, mungkin mulai perlu mendapat perhatian. Kasus pemutaran film bisa menjadi bukti bahwa walaupun 4 unsur organisasi sudah hadir namun belum mencukupi definisi organisasi yang utuh tanpa adanya struktur organisasi yang jelas.
Contoh berikutnya bisa kita lihat pada kondisi pasar tradisional. Di pasar, ada pembeli, penjual, petugas kebersihan, keamanan, parkir, dan lain-lain. Tiap hari terjadi transaksi. Terdapat bentuk kerjasama antara anggota kelompok, tetapi struktur organisasi tidak tampak secara jelas, siapa atasan dan siapa bawahan. Dengan demikian, pasar dapat dikatakan bukan organisasi.