Lihat ke Halaman Asli

Kembali Penulis Puisi-Esai Atas Nama Cinta Menuai "Sindiran"

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13903870561711331754

Kembali Penulis Puisi-Esai Atas Nama Cinta Menuai "Sindiran"

[caption id="attachment_317532" align="aligncenter" width="300" caption="ilustrasi : puisi-esai.com"][/caption]

Beberapa jam lalu tadi pukul 15.05 hari Rabu (22/01) saya baru usai membaca sebuah portal website atau media online memberitakan bahwa salah satu "Pemenang Lomba Puisi-Esai Kembalikan Hadiah Uang ke Denny JA" begitu bunyi di dalam tagline tersebut. Saya yang membacanya tak tahu harus bagaimana menyikapinya. Apakah saya harus menyetujui sikap tersebut atau tidak? Itu bukan wewenang saya untuk mengiyakan!

Tetapi ketika saya telusuri lebih lanjut dari berita (media online) tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa itu masih berkaitan dan dengan berhubungan penolakan para sastrawan Indonesia terhadap buku“33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh”terbitan KPG 2014 yang resmi diluncurkan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin, pada medio, Jumat, 3/1/2014 di Yayasan PDS H.B Jassin Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Buku yang  disusun oleh para sastrawan pula yang sudah asam-garam yang mereka rasakan ketika bergulat di dunia tulis menulis dan literasi. Buku itu disusun oleh Jamal D. Rahman, Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshäuser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, Nenden Lilis Aisyah agar ditarik peredarannya dari penerbitan buku. Salah satunya yang dilakukan oleh pemenang "Lomba Puisi-Esai" buku puisi-esai "Atas Nama Cinta " karya Denny JA yang diselengarakan pada medio Desember 2012.

Seperti yang dilansir dari Merdeka.com, Huzer seorang guru "Sokola Rimba" yang sudah tiga tahun mendedikasikan di Jambi ini sekaligus pemenang "Lomba Puisi-Esai" buku Atas Nama Cinta" ini mengatakan.  "Mungkin bagi sebagian kawan-kawan ini lebay, Rp 500 ribu doang. Cari sensasi. Mungkin itu yang terlintas bagi banyak orang. Silakan saja berpikir secara bebas," kata Huzer pada medio Rabu (22/1).

Itulah yang saya ketahui dalam pemberitaan tersebut jika saya urutkan hal itu masih berada dalam konteks penolakan atas buku “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh”terbitan KPG 2014 itu. Walaupun yang dilakukan oleh Huzer ini sangatlah manis tetapi juga ironi. Yakni mengembalikan “imbalan” lomba yang diraihnya dikembalikan kepada pihak panitia perlombaan tersebut.

Tetapi jika saya bicara dari ilmu tentang “Tipe Kepribadian yang Mudah Menciptakan Konflik”di dalam buku “Bagi Mereka yang Merasa Bekerja Terlalu Berat, Terlalu Lama dan Terlalu Sibuk “KIAT BEKERJA” Cara untuk Memperoleh Hasil yang Lebih Banyak. Dengan Pengorbanan Waktu dan Tenaga yang Lebih Sedikit” karya Michael LeBoeuf. Salah contohnya seperti sebuah kasus khusus mengenai seniman merendahkan diri untuk meremehkan orang lain adalah “merendahkan diri menginggikan harga” atau dalam permainan “tendanglah saya, kau akan tersungkur.” Orang semacam itu akan mengatakan bahwa dirinya bodoh dan tidak memiliki rasa tanggungjawabdan kemudian bersikap pasif untuk mendukung ucapannya.

Entahlah, lagi-lagi saya tidak berkompeten menilai diri seseorang hanya melalui tindakan saja tanpa ada pendekatan langsung terhadap personalnya. Sebab, rambut boleh sama hitam tapi hati belum tentu.

Halnya, berlaku dengan seorang konsultan politik Indonesia Denny Januar Ali a.k.a Denny JA. Yang saat ini masih berprofesi sebagai Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI), sebuah lembaga penelitian dan konsultan politik pertama berskala nasional yang berada di Indonesia sekaligus penulis buku Esai-Puisi “Atas Nama Cinta” hingga akhirnya tercetus genre baru di dalam dunia kesusastraan dengan tagline “puisi-esai”.

Saya merasa sebagai seorang Denny JA melakukan hal itu di dalam bukunya tersebut “Puisi-Esai Atas Nama Cinta” sebagai penambah pembaharuan di dalam dunia sastra adalah sah-sah saja. Tak perlu dikhawatirkan. Apalagi diragukan. Entahlah. Lagi-lagi semua kembali pada masing-masing personal. Karena bagi saya yang awam ini terpenting dunia sastra di Indonesia ini tetap semarak kembali walaupun ada pembaharuan.[]22012014

Sumber terkait :

http://media.kompasiana.com/buku/2014/01/20/ketika-ranah-sastra-harus-tunduk-pada-kekuasaan-lalu-apa-kuasa-kita-sebagai-penulis-626032.html

http://www.merdeka.com/peristiwa/pemenang-lomba-puisi-esai-kembalikan-hadiah-uang-ke-denny-ja.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline