Lihat ke Halaman Asli

Yang Tak Termiliki

Diperbarui: 22 Agustus 2017   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://nurmailinarita.wordpress.com

Jam dinding sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Tapi aku masih terjaga. Berulang kali mengganti posisi tidur, tetap saja rasa kantuk tidak juga datang. Perlahan aku beranjak dari tempat tidur. Dingin segera merambat saat kakiku menyentuh lantai. Aku berjalan menuju balkon. Ada satu meja dan dua kursi kecil dari kayu jati dengan ukiran khas Jepara. Aku duduk di atas salah satunya. Sepi. Nampaknya semua orang sudah terlelap. Sesekali hanya terdengar sayup suara-suara binatang malam. Aku meluruskan kedua kaki dan meletakkannya di atas meja. Seirama dengan hembusan angin yang semakin menggigit tulang, pikiranku berkelana.

"Pagi, Sayang....." Dans memelukku dari belakang. Kedua tangannya menggelayut manja di pinggangku. Aku dapat merasakan nafasnya saat ia mulai mencium leherku.

"Sudah selesai mandi?" tanyaku basa-basi.

Dans tidak menjawab. Ia masih terus menciumku. Lembut. Sangat lembut. Aroma tembakau segera tercium olehku. Dans memang seorang perokok berat. Sudah sering aku memintanya berhenti, tapi tetap saja selalu ia tanggapi dengan berkata, "Kalau kita sudah menikah, lalu kau hamil, baru aku berhenti merokok untuk biaya anak kita nanti."Aku pun akhirnya menyerah. Kadang aku hanya diam mendengarnya. Berpura-pura marah. Aku memang tidak pernah bisa marah padanya. Bagiku, Dans adalah lelaki terbaik yang pernah kukenal.

Aku membalikkan tubuhku ke arah Dans. Kulingkarkan kedua tanganku di bahunya. Ia tersenyum. Menatapku hangat. Dans mendekatkan tubuhnya dan memelukku erat. Ia mencium keningku. Pipiku. Hidungku. Dan... aah ia mulai menyentuh bibirku. Aku dapat merasakan bibirnya yang basah. Seketika mataku terpejam. Kubiarkan Dans mencari-cari lidahku di antara celah bibir yang terbuka. Ia mengulumnya sedemikian rupa hingga membuatku ketagihan. Semua berlangsung pelan. Tidak terburu-buru. Terus. Dan terus.

"Kriiiiiiiiiiiiiiiing!!"

Dering suara telepon mengagetkan kami. Segera aku melepaskan diri darinya. Beranjak menuju meja telepon.

"Halo," aku mengangkat telepon.

"Halo. Selamat pagi. Bisa bicara dengan Keyla?" balas suara di seberang.

"Iya, saya sendiri. Ada yang bisa saya Bantu?"

"Oh, akhirnya aku bisa menemukanmu," nada suara orang di seberang berubah ceria. "Aku Faiz. Kamu masih ingat kan?" lanjutnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline