Tahun 2015 telah dibuka dengan penyerangan kelompok teroris di Prancis dan di Nigeria. Insiden penyerangan kantor majalah Charlie Hebdo dan serangan terbesar kelompok Boko Haram di Baga, daerah utara Nigeria.
Pertanyaanya adalah, mengapa penyerangan Charlie Hebdo lebih mendapatkan atensi dunia daripada penyerangan di Baga oleh Boko Haram? Secara kuantitas korban, jelas penyerangan Boko Haram menghasilkan lebih banyak korban, kurang lebih 2,000 orang meninggal. Bahkan korban yang jatuh karena serangan ini mayoritas adalah anak-anak, perempuan, dan orang-orang lansia. Tapi, bila kita lihat di koran-koran berbasis internasional masalah penyerangan di Baga hampir tidak dibahas. Bila dibahas pun hanya mendapat jatah kecil di sudut bagian koran. Mata dunia telah teralihkan ke Je Suis Charlie. Memang penyerangan terhadap Charlie Hebdo juga ironis. Prancis sebagai negara pencetus kebebasan atau liberalisme diserang oleh kelompok teroris karena kebebasan berkespresi mereka. Namun, tetap saja dua insiden yang saling berdekatan ini seharusnya memiliki porsi media yang sama.
[caption id="attachment_394372" align="alignleft" width="276" caption="Aksi kepedulian Je Suis Charlie"][/caption]
Kepentingan Politik
Penyerangan Boko Haram meningkat terhadap pemerintahan Nigeria menjelang pemilihan Presiden pada tanggal 14 Februari 2015. Boko Haram dalam hal ini menyebut bahwa pemerintahan Presiden Goodluck Jonathan merupakan pemerintahan bayangan negara barat. Sistem pemerintahan yang diaplikasikan oleh Nigeria merupakan hasil dari kolonialisasi Inggris yang sejak jaman Perang Dunia I telah menjajah Nigeria. “Boko Haram bisa jadi digunakan oleh politisi-politisi Nigeria utara untuk kepentingan politik. Penyerangan Boko Haram terjadi untuk memperlemah pemerintahan Nigeria sekarang,” begitu kata Presiden Goodluck Jonathan. Boko Haram sendiri yang berarti, “pendidikan barat adalah haram”, sangat menyesali sistem pemerintahan Nigeria sekarang. Karena mereka menganggap pemerintah Nigeria telah diracuni dengan budaya barat, seperti kasus-kasus korupsi di badan kepolisian Nigeria. Boko Haram menyalahkan negara-negara barat sebagai pembawa korupsi di negara mereka.
The Power of Media
Hal kedua adalah karena masalah komunikasi. Penyerangan Charlie Hebdo terjadi di Prancis, di mana komunikasi sangatlah lancar dan tidak ada sama sekali kekangan dokumentasi. Orang mudah sekali mendapatkan informasi dan menyebarkan informasi. Sedang di Nigeria sana, di daerah Baga yang jauh dari peradaban modern, informasi susah didapat dan disebarluaskan ke dunia luar. Bahkan bisa dibilang jurnalis terdekat ke daerah Baga terlampau jauh beratus-ratus kilometer. Maka, mata dunia akan tertuju kepada insiden Charlie Hebdo, karena lebih cepat dan lebih memiliki kejelasan informasi daripada insiden di Baga. Sampai saat ini pun jumlah korban meninggal di Baga masih belum jelas, ada yang berkata lebih dari 2.000 jiwa tapi itu karena saking banyaknya korban jatuh sehingga tidak dapat dihitung lagi. Pemerintah Nigeria mengatakan bahwa informasi itu tidak benar, dan sebenarnya hanya sekitar 150 jiwa korban jatuh di Baga. Tapi mengingat lagi pemerintah Nigeria selama ini selalu menutup-nutupi dan mengurangi tingkat kekejaman Boko Haram di negara mereka.
Beberapa orang berpendapat bahwa tingkat kematian di benua Afrika sangatlah tinggi, jadi kejadian Baga hanya dipandang sebagai salah satu dari banyak bentuk penyerangan yang biasa terjadi. Sedangkan di Eropa, apalagi di Prancis, tingkat kematian pembunuhan jauh dari tinggi. Apalagi motif penyerangan Charlie Hebdo juga mengundang banyak perdebatan. Motif penyerangan Charlie Hebdo adalah bentuk pemberontakan religius yang radikal karena tokoh agama mereka telah “dihina”. Charlie Hebdo telah berkali-kali mendapat ancaman verbal dan lisan mengenai karikatur mereka yang mengundang kontroversi. Namun baru kali ini terjadi, penyerangan terorisme terhadap kantor majalah tersebut. Sedangkan penyerangan Baga juga merupakan tindakan terorisme, Boko Haram sendiri telah dinyatakan sebagai kelompok teroris oleh dunia internasional sejak tahun 2013 semenjak penculikan 200 gadis Chibok.
Warga Afrika, warga yang terlupakan
Nah, sekarang kembali lagi ke pertanyaan awal, mengapa penyerangan Charlie Hebdo lebih diperhatikan daripada penyerangan Baga? Mengapa banyak orang dari penjuru dunia berdiri untuk Charlie Hebdo tapi tidak untuk Baga? Hanya segelintir orang yang benar-benar peduli, seperti penulis Simon Allison. Ia menulis di Daily Maverick mengenai hal ini , tulisannya kira-kira sedemikian rupa; “Bisa dikatakan sekarang abad ke-21, tapi kehidupan orang Afrika masih dianggap tidak mengundang berita dan dapat dikatakan kurang berarti daripada orang-orang barat.” Dan bahkan orang-orang Afrika di negara lain lebih terfokus ke aksi solidaritas Charlie Hebdo daripada penyerangan di Baga, hal ini telah menunjukkan bahwa penduduk Afrika sendiri lebih mementingkan kehidupan orang barat daripada kehidupan mereka sendiri.
[caption id="attachment_394371" align="aligncenter" width="460" caption="Karikatur Charlie Hebdo-Baga"]
[/caption]
Lalu sekarang apa yang harus kita perbuat sebagai makhluk sosial? Dua insiden ini mengundang banyak simpati, namun hanya satu yang mendapat empati masyarakat dunia. Orang-orang berdiri menunjukkan plakat mereka memrotes keras penyerangan terhadap majalah Charlie Hebdo. Namun ketika mereka mendengar mengenai Baga dan Boko Haram, mereka hanya dapat berkata, “Oh sangat disayangkan, itu pembunuhan yang sangat kejam,” dan selesai hanya sekedar itu. Apa yang terjadi? Dulu mereka pernah berdiri karena penculikan 200 gadis Chibok, sekarang karena ada Je Suis Charlie mereka memalingkan wajah. Coba saja saat itu tidak ada penyerangan ke majalah Charlie Hebdo, orang-orang pasti heboh dengan insiden di Baga. Apakah karena mereka berkulit hitam lalu dunia barat meremehkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H