Alur serta pola kehidupan manusia tentu suatu hal yang dinamis, termasuk kejahatan yang merupakan sebuah realitas yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia. Banyaknya sejarah mengenai tindak kejahatan yang dilakukan oleh manusia tentu menjadi salah satu fenomena yang tiada habisnya melingkupi kehidupan keseharian kita. Baik pertumpahan darah di masa sejarah lampau maupun kejahatan-kejahatan yang pada zaman ini juga tetap terjadi. Berdasarkan realitas sejarah yang dijelaskan sebelumnya, akhirnya muncul sebuah pertanyaan mendasar yang menyangkut hakekat manusia.
Apakah memang ketika manusia lahir sudah menyimpan potensi jahat dalam dirinya? Atau malah sebaliknya, kejahatan yang dilakukan oleh manusia merupakan bentuk dari kegagalan moral yang muncul dan tanpa berkaitan dengan apapun dengan kodrat dari manusia? Tentu hal-hal tersebut menjadi menarik untuk diketahui secara dalam.
Artikel ini akan membahaskan mengenai criminal law pada kejahatan manusia melalui perspektif pandangan Meng Zi (Mencius) yang merupakan filsuf china, mengenai kodrat manusia adalah baik dan analisis mengenai tumbuhnya kejahatan pada diri manusia dan filsafat Xunzi yang memandang bahwa kodrat manusia pada dasarnya adalah jahat.
- Meng Zi (Mencius)
Meng Zi merupakan seorang filsafat yang banyak memiliki sumbangsih pemikiran khususnya pada ranah psikologi moral khususnya bagaimana kodrat manusia dalam pola kehidupan sehari-sehari. Meng Zi memang merupakan orang yang terkemuka khususnya dalam aliran konfusianisme dan dengan teori yang paling terkemuka didalam pemikirannya adalah mengenai dasar kebaikan dalam manusia dan kebaikan ini didapat dengan pengolahan melalui pendidikan dan disiplin diri serta keburukan manusia yang merosot akibat sifat lalai dan pengaruh negatif dengan sifat kebaikan yang tidak akan pernah hilang dalam diri manusia karena masuk kedalam kodrat manusia itu sendiri. Pemikiran tersebut pada akhirnya banyak menarik perhatian bagi orang yang hendak mendalami psikologi moral karena Meng Zi juga dikenal sebagai tokoh pertama di China yang mendalami ilmu tersebut serta menyampaikan pola pikirnya terhadap pemikiran psikologi evolutif dan sosiobiologi yang sangat berkaitan dengan diri mansuia.
Sosok yang lahir pada periode perang antar negara ( sekitar 403-221 SM), pada periode tersebut berbagai negara saling menyerang untuk menguasai China sebelum akhirnya pada tahun 722-481 SM disatukan oleh dinasti Zhou (Yu-Lan, 2010). Meng Zhi merupakan filsuf yang berasal dari daerah Zou yang dekat dengan daerah Qufu, tempat dimana konfusius dilahirkan tepatnya berada di semenanjung Shandong, Timur Laut China. Periode tersebut memang banyak melahirkan kekejaman dalam perkembangan hidup manusia karena mulai tumbuh gerakan serta tokoh-tokoh filsafat dunia, termasuk ajaran Konfusius yang dipengaruhi oleh pemikiran Meng Zi. Persoalan yang paling umum pada masa tersebut adalah sudut pandang intelektual dan politik yang memang sedang memanas di China pada zaman itu sehingga para pemikir mulai mencari cara untuk menyatukan seluruh China ditengah konflik tersebut. Namun para pemikir awal China belum ada yang memikirkan persoalan perlunya kekuasaan otokratik yang dijadikan sebagai sarana penyatuan, para filsuf China lebih berfokus pada bagaimana seorang penguasa memiliki pemikiran terhadap batasan-batasan moral kekuasaan, upacara dan kewajiban tradisional keagamaan dan kesejahteraan rakyatnya sehingga secara prioritas sudah berbeda dengan persoalan paling umum yang ada pada zaman tersebut.
Meng Zi yang banyak menimba ilmu dengan pembelajaran yang didapatkan dari cucu Konfusius ini mulai mewariskan ajaran tersebut dengan melihat apa yang ada dalam diri manusia dan tindakannya yang terlihat, sehingga mengzi lebih menekankannya pada konsep-konsep, pelaksanaan, serta identitas didalamnya (Sung, 2016). Bagi Meng Zhi, tentu seorang locus aktivitas filosofis dan pengolahan diri manusia adalah xin, atau aktivitas yang menunjukkan unsur "pikiran hati". Xin dapat dikatakan sebagai locus philosophicus dari seluruh kegiatan dan pengolahan diri dalam manusia, karena xin dalam konsep mencius merupakan organ utama sistem aliran tubuh manusia dan organ pikiran manusia (Shun, 2022). Hal tersbut bukan tanpa dasar, karena mencius melihat seluruh proses kehidupan yang sudah menyimpang dapat diarahkan melalui pengolahan diri yang dilakukan oleh pikiran hati (Xin) menuju jalan yang sebenarnya. Meng Zi dalam pemikirannya juga fokus terhadap hal mengenai Illahi, organisasi politik, kodrat manusia serta jalan yang ditempuh manusia guna mengembangkan dirinya yang semuanya berawal dan berakhir pada pikiran hati (Xin).
- Kodrat Manusia: Baik
Meng Zi memiliki pandangan yang positif terhadap manusia, menurutnya hakikat manusia adalah baik. Ini menjawab pandangan bahwa manusia itu netral atau jahat. Manusia dalam pandangan Meng Zi secara hakikatnya seseorang yang berbuat baik didorong kesadarannya yang terdalam terhadap kodratnya, dan kejahatan apabila terjadi berarti seorang manusia telah menyalahi kodratnya atau lupa hakekat dirinya yang sesungguhnya (Liu, 2009). Meng Zi mencontohkan bagaimana seorang anak kecil yang tidak mengerti apa-apa dan secara tiba-tiba hendak terjatuh ke dalam sumur, maka setiap orang yang melihatnya pasti akan tergerak hatinya untuk menyelamatkan anak tersebut tanpa menghiraukan siapa anak kecil itu. Karena menurut Meng Zi, kebaikan merupakan sesuatu yang sepenuhnya sesuai dengan kodrat manusia.
Meng Zi juga berpendapat bahwa manusia memiliki keutamaan moral yang tertanam dalam dirinya atau watak sejati manusia (Xing), yaitu cinta kasih (Ren), kebenaran (Yi), kesusilaan (Li) dan bijaksana (Ti) dan dapat dipercaya (Xin) (Yu-Lan, 2010). Kelima keutamaan moral tersebut merupakan kecenderungan alamiah yang ada pada diri manusia sejak lahir, dan tidak berasal dari proses yang diajarkan oleh manusai lain (eksternal). Artinya, hal tersebut adalah kodrat atau sifat bawaan yang memang sudah ada di dalam hati manusia dan manusia senantiasa digerakkan untuk mengarah pada kebaikan.
Konsep ini juga memiliki unsur fundamental manusia yaitu perasaan simpati yang berdasar rasa kemanusiaan (Ren), perasaan malu dan segan yang berdasar rasa kebenaran (Yi), perasaan rendah hati dan kerelaan yang berdasar rasa kesusilaan (Li), dan perasaan benar dan salah yang berdasar rasa kebijaksanaan (Ti).
Menurut Meng Zi ketika manusia bisa menjalankan empat unsur fundamental maka seorang manusia dapat dikatakan menjadi "manusia" yang seutuhnya (Yu-Lan, 2010). Hal ini juga menjadi dasar kebajikan yang tetap dalam diri manusia dan tumbuh di manusia itu sendiri. Hal ini juga yang menjadikan perbedaan antara manusia dengan binatang. Secara aliran pemikiran, hal ini membedakannya dengan aliran Mohist (Utilitarianisme) yang mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya harus mengembangkan dirinya agar dapat bermanfaat bagi masyarakat serta bagi diri sendiri. Bila hal ini tidak dilakukan oleh manusia, maka akan muncul kekacauan yang pada akhirnya merugikan dirinya sendiri.