Lihat ke Halaman Asli

Fepri Septian Widjaya

Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

K8_Mangkunegara IV

Diperbarui: 27 April 2022   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri, Mangkunegara IV

Tulisan dalam artikel ini akan membahaskan tentang kepemimpinan jawa yang digagas oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV, terdapat tiga golongan kepemimpinan dalam konsepnya yaitu Nistha, Madya dan Utama. Nistha secara singkatnya adalah pemimpin yang hanya memikirkan dirinya sendiri, keluarganya sendiri bahkan kelompoknya. 

Dalam Konsep Madya adalah pemimpin yang tahu akan kewajiban dan tugasnya namun tidak melupakan hak-hak yang seharusnya didapatkan olehnya. 

Konsep kepemimpinan Utama memiliki arti  pemimpin menjalankan kewajiban, apa yang harus dijalankan dan rela berkorban demi kesejahteraan kelompok yang dipimpinnya dan tidak terlalu memikirkan hak-hak yang bisa diambil. Dalam kepemimpinan jawa terdapat kualifikasi yang bisa ditarik pada konsep stabilitas moral.

Penjelasan konsep ini terdapat 5 poin yaitu:

  • Aja gumunan memiliki arti tidak mudah kagum terhadap sesuatu, karena kehidupan yang dinamis sehingga seorang pemimpin mudah kagum seringkali tidak dapat berpingkir jernih, perhatian yang ditarik pada satu hal namun pada perhatiannya yang lain mudah tertipu pula.
  • Aja kagetan memiliki arti mudah terkejut, heran dan kaget sehingga menimbulkan sifat ketidaksiapan terhadap suatu kondisi.
  • Aja dumeh memiliki arti jangan sombong dan seenaknya sendiri, artinya seorang pemimpin jangan menjadi besar kepala dalam melakukan proses kepemimpinan yang dilakukan.
  • Prasaja memiliki arti secukupnya, tidak terlihat mewah dan tidak pula terlihat sebagai orang yang memiliki kekurangan.
  • Manjing ajur ajer, seorang pemimpin harus bisa membaur dengan masyarakatnya dan tidak boleh menjadi elite bagi masyarakat,

Ciri dalam kehidupan jawa sangat berhubungan dengan batin atau rasa, berikut ini adalah kualifikasi pemimpin yaitu menguasai raos gesang. Terdapat empat kualifikasi yaitu

  • Bisa rumangsa, ojo rumangsa bisa : Pemimpin harus bisa menimbulkan rasa empat dan pola pikir yang dibangun adalah perspektif yang dipimpin olehnya bukan berdasarkan ego dari pemimpin tersebut dan pemimpin jangan merasa bisa karena kebenaran hanya ada pada dirinya, pemimpin memaksakan kehendak pribadinya.
  • Angrasa wani artinya sifat berani yang ditunjukkan oleh pemimpin tersebut, karena rasa berani akan membuat pemimpin tersebut bergerak dan meninggalkan zona nyaman pada dirinya dan kepemimpinannya tidak akan membawa apa-apa.
  • Angrasa kleru, seorang pemimpin harus berani untuk mengakui kesalahan yang dilakukan, dan keutamaan pemimpin adalah merasa tahu bahwa dirinya salah dan memperbaiki apa yang menjadi kesalahannya.
  • Bener tur pener adalah kebenaran yang harus diungkapkan dengan cara yang benar, dengan jalan yang benar pada waktu serta situasi yang benar.

Dokpri, Mangkunegara IV

Pembahasan selanjutnya adalah jalan kepemimpinan yang dikenal sebagai Asta Brata. Asta Brata ini memiliki 8 poin pembahasan, yaitu:

  • Ambeging Lintang, artinya pemimpin harus bisa menjadi teladan bagi masyarkatnya.
  • Ambeging Surya, artinya pemimpin harus bersikap adil, dengan berusaha memberi kekuatan kepada masyarakat.
  • Ambeging Rembulan, artinya pemimpin memiliki tugas untuk menerangi masyarkatnya, dalam hal ini adalah mencerdaskan masyarakatnya.
  • Ambeging Angin, artinya pemimpin harus memberi kesejukan kepada masyarakatnya dan mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi masyarakat.
  • Ambeging Mendhung, artinya pemimpin harus memiliki wibawa dan tidak melahirkan rasa takut namun rasa hormat.
  • Ambeging Geni, artinya pemimpin harus memberantas kejahatan.
  • Ambeging Banyu, artinya pemimpin harus sabar dan siap menampung berbagai permasalahan dan aspirasi masyarakatnya.
  • Ambeging Bumi, artinya pemimpin haruslah kuat dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang dipimpinnya.

Bagian yang akan dibahaskan selanjutnya adalah kewajiban seorang pemimpin (Dharma Pemimpin) yang ideal terdapat 8 poin menurut Ranggawarsita, yaitu:

  • Hanguripi, yaitu pemimpin harus bisa mewujudkan kehidupan yang layak bagi masyarakatnya.
  • Hangrukepi, artinya pemimpin harus berani berkorban dan tidak menuntut hak saja serta memikirkan dirinya sendiri.
  • Hangruwat, artinya pemimpin mampu memberantas dan menyelesaikan problematika yang terjadi.
  • Hanata, artinya pemimpin harus bisa menata atau membuat tertib masyarakatnya.
  • Hamengkoni, artinya pemimpin harus bisa memomong masyarakat agar tercipta kerukunan.
  • Hangayomi, artinya pemimpin harus mengayomi dalam kepemimpinannya.
  • Hangurubi, artinya memimpin harus bisa membangkitkan masyarakat yang dipimpinnya.
  • Hamemayu, artinya pemimpin harus mendatangkan harmoni dan ketentraman masyarakatnya.

Dokpri, Mangkunegara IV

Pada serat kepemimpinan wedhatama berisi tentang moral dan pendidikan. Artikel ini akan menjelaskan etika bagi seorang pemimpin yang dijelaskan dalam serat kinanthi, yaitu:

  • Eling lan waspada (Selalu ingat dan waspada), artinya selalu ingat kepada tuhan yang maha esa (tuhan) dan kesadaran terhadap apa yang terjadi pada sekelilingnya (Alam dan manusia) sehingga tidak sering jatuh dan bangkit kembali.
  • Awya mematuh nalutuh(Menghindari sifat angkara dan perilaku nista), artinya pemimpin jangan suka mencaci maki tanpa isi dan melampiaskan kemarahannya dengan kekerasan kepada orang lain.
  • Gonyak-ganyuk nglelingsemi dan ngugu karepe priyangga ( Bersikap sopan santun dan tidak semaunya sendiri), artinya seorang pemimpin harus bisa menempatkan diri dan mematuhi tatanan atau peraturan yang berlaku.
  • Bangkit ajur ajer, mung ngenaki tyasing lyan, dan den bisa mbusuki ujaring janmi (Pemimpin harus dapat bergaul, menyenangkan hati orang lain dan berpura-pura bodoh), artinya seorang pemimpin harus berbaru pada orang-orang yang dipimpinnya serta bersikap baik dan menghindari perdebatan hanya karena perbedaan pendapat dan berpura-pura bodoh ketika diperlukan agar menjadi bijaksana dan menanggapi segala sesuatu dengan halus yaitu tidak menjatuhkan pendapat orang lain.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline