Menulis biografi itu sejatinya menceritakan kehidupan seseorang. Pertanyaannya, apakah seseorang itu harus ditulis secara kronologis?
Ibarat kata pepatah, manusia di dunia ini hanya mengalami tiga hal: lahir, hidup, lalu mati. Apakah biografi harus ditulis serunut itu?
Pertanyaan lain, apakah menulis biografi itu harus melukiskan perjalanan hidup seseorang dari sejak dia lahir sampai wawancara dilakukan? Ya tentu tidak, Ferguso!
- Kok serba tidak, ya Kang, kronologis tidak boleh, menulis cerita sampai terakhir wawancara dilakukan, juga tidak boleh...
+ Bukan tidak boleh, ini cuma trik menulis biografi saja, apalagi menulis biografi atau sosok di media massa yang halamannya terbatas. Tidak mungkin 'kan kamu menceritakan dari lahir sampai saat terakhir wawancara dilakukan?
- Jadi apa yang harus kulakukan, Kang?
+ Gunakan teknik Flashback!
- Apa itu Flashback, Kang?
+ Baiklah saya jelaskan, tapi tolong geser cangkir kopi itu lebih dekat!
Flashback itu gampangnya kilas balik, mengingat kembali peristiwa masa lalu. Masa lalu yang bagaimana?
Kemarin 'kan sudah saya jelaskan soal "Dramatis" dan "Turning Point", masih ingat? Flashback sejatinya istilah kuno, orang Inggris abad pertengahan sudah mengenal kata Flashback ini. Ia digunakan berbagai kepentingan, khususnya dalam penulisan sebuah novel atau drama.
Flashback tentu saja menggambarkan situasi dan kondisi tertentu yang terjadi di masa lalu. Untuk apa? cermin, tentu saja. Maksudnya untuk dijadikan pelajaran, kajian atau alasan untuk melakukan sesuatu di masa sekarang.
Tetapi, dalam penulisan fiksi, Flashback adalah alur mundur -kilas balik itu- menggambarkan satu atau serenceng kejadian di masa lalu yang berkaitan dengan plot utama yang tengah berjalan.
- Plot? Apa itu Plot, Kang?