Mengapa Kompasiana Mengganti logo?
Demikian pertanyaan yang saya terima melalui fitur Ask to Anwer di Selasar, platform baru berbagi pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang saya bangun. Sebagai orang yang secara psikologis maupun fisik dekat dengan Kompasiana, karena saya termasuk pendiri awal Kompasiana, saya terpanggil untuk menjawabnya meski secara resmi saya sudah tidak di Harian Kompas atau di Kompasiana lagi terhitung sejak 1 Januari 2017.
Karena fitur Ask to Answer berupa permintaan dari sisi penanya dan tantangan dari sisi yang diminta menjawab, maka ada kesadaran atau bahkan kewajiban moral untuk menjawabnya. Mengapa? Karena orang yang bertanya (asker) menganggap orang yang ditanya (answerer) adalah orang yang punya kredibilitas menjawab karena pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang dimilikinya. Maka saya menjawabnya sesuai pengetahuan, pengalaman dan wawasan saya mengenai Kompasiana.
Pada awal Kompasiana berdiri, Juni 2008 dan diresmikan peluncurannya pada 22 Oktober 2018 mengusung tagline "Journalist Blog" dan kemudian berubah lagi menjadi "Sharing.Connecting". Pada awal tahun 2017, Kompasiana sekaligus mengubah logo dan slogannya dengan "Beyond Blogging". Tagline ini seperti ingin menegaskan kembali keberadaan Kompasiana sebagai platform yang mengakomodir opini atau laporan warga. Dari sisi ini semangatnya tidak berubah.
“Beyond Blogging” menggambarkan peran serta Kompasiana dalam menyatukan blogger dengan berbagai latar belakang pendidikan, letak geografis berbeda, usia, dan minat yang berlainan untuk bersinergi dalam berbagi konten, khususnya dalam bentuk tulisan (teks).
Logo dan tagline baru Kompasiana diresmikan dalam sebuah acara peluncuran di Gedung Kompas Gramedia Palmerah Barat, Jakarta, Kamis 23 Februari 2017 lalu. Selaku salah seorang pendiri awal, saya mendapat undangan khusus via telepon dari admin Kompasiana Nurulloh untuk hadir bersama. Akan tetapi pada saat yang sama harus berbagi pengetahuan tentang menulis di platform baru yang saya dan teman-teman buat, yaitu Selasar.com kepada aktivis Walhi bekerja sama dengan Wimar Witoelar, saya tidak bisa hadir di Palmerah Barat.
Bagi saya, logo maupun slogan, apapun namanya, dibuat dengan maksud penyegaran. Refreshing. Mungkin logo lama dan tagline lama "Sharing.Connecting" sudah tidak relevan lagi dengan kekinian, sehingga logo baru perlu dibuat. Demikian juga dengan slogan baru yang menyertainya, yaitu Beyond Blogging , yang kalau boleh saya maknakan sendiri sebagai "tak sekadar ngeblog". Tantangan ke depan Kompasiana dengan logo dan tagline barunya itu adalah harus membuktikan kepada Kompasianer (pengguna Kompasiana) bahwa Kompasiana benar-benar sebuah media yang "tak sekadar ngeblog".
"Beyond" ngeblog-nya harus dirinci apa saja. Misal kalau selama ini dengan ngeblog di Kompasiana penggunanya bisa saling berbagi dan saling terhubungkan baik online maupun offline, menciptakan personal branding dan memberi hadiah uang/barang melalui lomba menulis, maka "Beyond" yang baru dari ngeblog di Kompasiana harus dijelaskan kepada para penggunanya. Dengan begitu tidak asal mengubah logo dan membuat slogan baru, tetapi memang ada hal-hal baru yang ditawarkan.
Saya berkeyakinan, Kompasiana sebagai media warga untuk menulis tetap akan maju dengan logo dan slogan barunya itu, asalkan apa yang diutarakan Mas Andy Budiman, Direktur Group of Digital KG saat peluncuran logo dan slogan baru, bahwa Kompasiana akan memperbaiki teknologi dan mempermudah akses masuk ke Kompasiana yang selama ini menjadi kendala utama berkompasiana, benar-benar dapat diwujudkan.
Salam...
***