Lihat ke Halaman Asli

Pepih Nugraha

TERVERIFIKASI

Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Menulis buat Menjaga Kewarasan Jiwa

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13340665952119376761

[caption id="attachment_181147" align="alignleft" width="640" caption="Johannes Sumardianta/Facebook"][/caption] "Menulis buat Menjaga Kewarasan Jiwa". Kalimat ini meluncur begitu saja dari Johannes Sumardianta, salah satu rekan saya yang mengikuti halaman (page) yang saya buat di Facebook, "Nulis bareng Pepih". Percakapan yang berlangsung Selasa, 10 April 2012, petang tadi sekitar pukul 17.30 berisi hal-hal ringan seputar menulis, kebetulan yang bersangkutan adalah seorang resensor buku untuk sejumlah media massa, selain pengajar di SMA Kolese de Britto. Saya berinisiatif merekam kembali percakapan itu kemudian membagikannya di Kompasiana ini, dengan harapan menjadi penyemangat dalam menulis dan berkreasi dalam bentuk tulisan. Berikut dialog yang lumayan mengalir antara Johannes Sumardianta (JS) dengan saya (PN): JS: Halo Kang Pepih. Saya usul; postingan Kang Pepih soal menulis di FB itu kelak bisa dibukukan sbg buku panduan menulis. PN: Insya Allah Mas, cuma sampai sekarang belum kepikiran, just sharing saja. Semoga bermanfaat. JS: Tapi sharing Kang Pepih itu orisinal. Pasti jadi buku kang nanti kalau terkumpul. PN: Benar, saya jaga orisinalitas sesuai pengalaman saya sendiri. Meski, tentu saja saya mengutip pendapat para penulis terkemuka untuk memberi semangat, paling tidak "kisi-kisi" menulis. JS: Itulah kesegaran baru yang kang Pepih tawarkan. Aku yakin pasti nanti bisa dibukukan dan jadi referensi bagi siapapun. Perpustakaan Indonesia itu kurus banget buku-buku panduan yang ditulis jurnalis. PN: Saya tahu itu, makanya saya tidak pernah main-main dengan sharing di "Nulis bareng Pepih" ini. Ada semacam tanggung jawab moral kalau saya "menipu" dengan sharing yang saya lakukan. Saya mau teman-teman mengikutinya jika memang perlu diikuti, akan tetapi tidak bersikap "mengganggu" kalau tidak setuju. Kita saling menghormati saja, toh yang saya berikan bukan mengajak siapapun ke dalam kejelekan, setidak-tidaknya mengajak kepada hal-hal yang bermanfaat sajalah! JS: Ya, Kang. Sejak awal saya mencium aroma kesungguhan dari postingan kang Pepih. Saya banyak membaca Kang. Saya kangsung kesengsem dengan halaman kang Pepih. Saya punya pengharapan bsesar kelak postingan itu bisa menjadi bahan penulisan buku. Soalnya, buku-buku panduan menulis sudah terlalu uzur dan kurang sesuai semangat zaman... PN: Buku mungkin hasil pengendapan yang lebih mendalam dari sekadar sharing. Tetapi saya tertarik membuat buku yang melibatkan komentar-komentar teman seperti ini dalam buku itu, sehingga kelak menjadi interaktif. Semoga saja bisa. Tetapi sebagai awal, saya tetap membangun komunitas penulis yang solid, meski mereka tersebar di berbagai tempat. Tidak masalah buat saya. Internet menyambungkan silaturahmi. Saya tetap bersungguh-sungguh dalam sharing, khususnya yang terkait dengan dunia menulis. Tidak semua teman bisa berhadapan langsung dengan saya saat saya mengajar/sharing di berbagai daerah, dengan page "Nulis bareng Pepih" ini Insya Allah hambatan tempat terselesaikan. JS: Benar Kang. Komunitas itu memberdayakan bila diberdayakan. Share Kang Pepih kombinasi spirit penulis dharmati (generasi pra digital) yang bersemangat kapal selam di kedalaman sekaligus tidak abai pada semangat zaman digerati (generasi digital) yang maunya lari secepat di permukaan tak ubahnya speed boat. PN: Yang saya tawarkan dan ajarkan, kalau boleh saya katakan demikian, saya menawarkan penulisan yang berkualitas, tidak asal menulis. Banyak-banyakan menulis boleh, tetapi untuk latihan. Saya percaya, page "Nulis bareng Pepih" ini ada manfaatnya bagi mereka yang menggemari kegiatan menulis. Menulis yang berkualitas dan bermanfaat, tentunya. JS: Saya akui. laman Kang Pepih itu powerful. Jujur sedikit sekali jurnalis KOMPAS itu mau berbagi. Kang Pepih pengecualian. Saya sangat terbantu dengan postingan Kang Pepih. Saya spesialis peresensi buku di Jawa Pos, KOMPAS, dan MBM TEMPO. Saya mulai menulis di kedaulatan Rakyat Jogja 1989. Sampai sekarang masih tetap harus belajar. karena menulis itu panggilan yang butuh totalitas, Oh, ya, Kang: sehari-hari saya bekerja sbg guru SMA Kolese De Britto. Saya banyak berkarib dengan jurnalis di Jogja. menulis bagi saya buat menjaga kewarasan jiwa. PN: Saya suka dengan kalimat Mas terakhir, "menulis bagi saya buat menjaga kewarasan jiwa". JS: Sungguh Kang Pepih. Itu jeritan hati terdalam saya. Kalau bukan karena suka membaca dan menulis, saya mungkin sudah "gila". Makanya, saya langsung chemistry mengikuti halaman Kang Pepih (Nulis bareng Pepih). Membaca dan menulis itu menyelamatkan. Kang Pepih itu tergolong "Man of Letters" --orang yang bertekun di semak belukar huruf-huruf. Huruf membentuk kalimat. Kalimat membentuk bahasa. Dan bahasa Kang Pepih itu strukturasi pengalaman seorang "Man of Letters". PN: Waw, terima kasih atas apresiasinya! Saya tidak terpikirkan sejauh itu, Mas, honestly. JS: Siap Baginda Agan. Terus berkarya. Suatu ketika nanti aku testimoni di halaman Kang Pepih. Anggap dialog ini semacam prelude. Supaya Kang Pepih nanti tidak kaget karena saya telah permisi dulu. ha ha ha... PN: Saya bahkan sudah mencatat percakapan/dialog ini untuk konten "Nulis bareng Pepih", Mas, hehehe... JS: Sebuah kehormatan besar. Aku suka banget dengan postingan nasihat Ali: Ringan tapi menukik ke dalam... PN: Ya, Muhammad Ali masuk ke jajaran sastrawan Indonesia, meski kurang produktif, sebagaimana diakuinya dalam buku Proses Kreatif-nya Pamusuk Eneste. Tetapi nasihatnya baik buat kita renungkan. JS: Saya akan ikuti dan dalami terus halaman Kang Pepih. Suatu saat saya akan tulis semacam biografi kepenuliasan Kang Pepih untuk Rubrik Ruang Putih Jawa Pos Minggu. Rubrik ini sangat menyantuni penggiat/penyemangat seperti Kang Pepih. Saya kebetulan sedang menyiapkan draft buku from Vanity to Passion: Bangkit dari Kesia-siaan. Hidup dari kehancuran. Kalau boleh esai saya tentang Kang Pepih nanti akan saya masukkan di Bagian from Vanity to Passion. Saya mmg menyiapkan buku ini dengan cara mencicil--saya tulis dulu di Rubrik Budaya. PN: Dengan senang hati, silakan... JS: Sekarang akan saya dalami dulu halaman Kang Pepih. Nanti kalau sudah agak matang persiapannya, saya akan mengajak Kang Pepih berdialog di Halaman Menulis Bareng... Supaya folower yang lain juga bisa ikut menyimak dan belajar. he he he... PN: Saya tunggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline