Lihat ke Halaman Asli

Pepih Nugraha

TERVERIFIKASI

Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Menimbang Buku

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1326942284478943245

[caption id="attachment_164712" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Shutterstock"][/caption] Beberapa hari lalu saya mendapat pertanyaan dari Nitami Mahanani perihal bagaimana seorang peresensi buku menulis hasil timbangan bukunya. Benarkah harus memahami benar tentang buku dan seluk-beluk buku yang diresensinya? Bagaimana kalau peresensi buku terbentur tenggat waktu sementara dia menemui kesulitan memahami buku tersebut? Apa yang mesti dilakukan perensi itu agar resensi yang dia bikin itu tetap bagus? Sekalian mohon sharing bagaimana tips meresensi buku yang baik! Saya menjawab pertanyaan Nitami berdasarkan pengalaman yang pernah saya dapatkan, sebab sebelumnya beberapa buku sudah saya resensi dan hasil timbangannya dimuat di Harian Kompas beberapa tahun lalu. Terhadap jawaban apakah seorang peresensi harus memahami benar seluruh isi buku, saya menjawab bahwa itu tergantung buku apa yang diresensinya. Novel, misalnya, mau tidak mau harus dipahami betul isi, klimaks dan jalan ceritanya. Khusus untuk resensi buku saya sarankan perensi membaca dan memahami isi buku, sehingga mau tidak mau harus membacanya sampai selesai. Tidak baik juga meresensi buku hanya karena desakan deadline (tengat waktu). Memang kadang seorang peresensi harus berburu dengan waktu, berkompetisi dengan peresensi lainnya yang siapa tahu mengirimkan lebih cepat hasil timbangan bukunya. Tetapi kalau boleh saya memilih, demikian saya menjawab, saya akan memilih kualitas hasil resensi ketimbang harus dikejar waktu karena mengejar kuantitas. "Jangan-jangan karena dikejar waktu persensi terjebak hanya membaca kata pengantar, pendahuluan dan epilog buku itu, ini berbahaya," kata saya. Teknik membaca cepat memang perlu, tetapi bagi saya lebih perlu lagi teknik memahami secara cepat isi buku. Bagaimana caranya? Seorang peresensi harus punya dasar-dasar ilmu antropologi, humaniora, ekonomi, dan bahkan filsafat yang memadai. Memang ilmu-ilmu itu tergolong "kering" dan sulit untuk dibaca atau dipelajari. "Tetapi kalau sudah punya dasar ilmu-ilmu yang saya sebutkan, rasanya mencerna buku apapun bisa mudah dilakukan," demikian kata saya lagi. Kebiasaan saya sendiri jika meresensi buku, saya selalu membandingkan atau setidak-tidaknya melakukan perbandingan dengan buku-buku dengan bahasan senada, buku-buku setema yang pernah ada dan pernah saya baca sebelumnya. Dengan demikian terbuka peluang bagi saya melakukan riset, selain menambah dan mengingat kembali ilmu-ilmu relevan. Bagi saya, ini berdasarkan pengalaman saya sendiri loh, meresensi buku bukanlah mencomot kalimat demi kalimat penting yang tersebar secara acak dalam buku itu. Bukan pula membuat sinopsis dari kata pengantar, pendahuluan, atau epilog. Meresensi buku adalah membaca dan memahami seluruh isi buku, lalu menceritakan kembali (retold) esensi buku itu dengan bahasa sendiri, tanpa harus mengutip lagi kalimat demi kalimat milik si penulis buku, kecuali sebagai penekanan. Syukur-syukur bisa membandingkan dengan buku-buku bahasan senada sebelumnya yang pernah kita baca, sehingga makin kaya dan lengkaplah hasil timbangan buku kita. Selamat meresensi!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline