Lihat ke Halaman Asli

Strategi : Ribut di Darat Curi di Lautan

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1346910367461045983

[caption id="attachment_210746" align="aligncenter" width="432" caption="belanegarari.wordpress.com"][/caption] Indonesia.. Indonesia.. Hanya bisa elus-elus dada melihat situasi yang berkembang akhir-akhir ini. Punya wakil rakyat yang duduk sebagai pemerintah, tapi mentalnya masih sibuk urus nafsu dirinya sendiri. Punya negara tapi seperti budak di negara sendiri. Mungkin karma bangsa ini harus membayar masa lalu yang berjaya dengan kehebatannya. Begitu mudahnya negara lain mengobok-obok negara ini, karena penjaga negeri bisa dibeli dan mau cari untung sendiri. Sebuah negara tak lepas dari politik dan strategi pertahanan diri. Bila tak ada yang memikirkan semua itu, negara seperti itu hanya menjadi tempat perbudakan bagi kepentingan negara yang lebih menguasai politik dan strategi. Rakyat adalah tumbal negara bila wakil rakyat yang duduk sebagai pemerintah tak mampu berpikir besar. Inilah keresahan rakyat tatkala negeri yang ditinggalinya tak menguasai politik dan strategi area negerinya sendiri. Kepulauan. Itulah nama yang tersanding dengan Indonesia, sebuah negeri kepulauan yang dikelilingi lautan. Politik dan strategi apa yang terpikir bila kita adalah negerti kepulauan dengan lautan di sekelilingnya? Logika sederhananya jelas, pertahanan laut harus diutamakan. Sebab negeri yang dikelilingi laut, benteng pertahanan utamanya ada di laut. Tinggal memikirkan bagaimana cara menyiapkan armada kelautan yang kuat agar tidak mudah disusupi dari laut. Tanpa armada yang kuat di laut, penyusup kecil pun akan mudah menembus pertahanan negeri kelautan. Masalahnya ada dimana? Sejarah. Soekarno adalah pemimpin yang mengerti negeri kelautan ini pusat pertahanannya ada di laut. Maka di jamannya, ia memberikan subsidi paling besar pada armada kelautan, bukan untuk menjadikan armada laut sebagai anak emas, melainkan karena pertahanan utamanya memang harus kuat di bagian armada lautnya. Jaman Soeharto, karena dia angkatan darat, berpikir bahwa Soekarno pilih kasih. Saat dia naik menjadi presiden, armada darat dia jadikan anak emas. Tapi hal itu dilakukan Soeharto karena emosi saja, bukan karena alasan pertahanan nasional seperti yang dipikirkan Soekarno. Hasilnya? Armada pertahanan yang seharusnya bersatu menjaga negeri ini dari musuh-musuh yang ingin mencuri sumber daya alam terkaya di dunia fana, memiliki sensifitas masing-masing untuk saling beradu ego dan emosi demi harga diri armada masing-masing. Negara yang dulu memang ingin menjajah sumber daya alam disini, tahu kelemahan itu. Darimana? Karena mereka mengikuti perkembangan sejarah negeri ini dengan berbagai kekuatan dan kelemahannya. Sekarang, mereka sangat tahu kelemahan itu, dan memakainya untuk menjadi alat politik dan strategi untuk memecah belah kekuatan persatuan yang pernah berhasil dibangun oleh para pendiri negeri kepulauan Indonesia. Bagaimana mereka memanfaatkan alat politik dan menggunakannya sebagai strategi pemecah belah? Mudah saja. Bikin keributan di darat, di berbagai pelosok daerah, gunakan intel-intel untuk mencari orang-orang yang bisa dibayar dari pemerintah, wakil rakyat, sampai rakyat biasa, berikan uang dalam jumlah besar, dan suruh mereka melakukan kekacauan apa saja. Apa tujuannya? Hilangkah fokus! Biarkan keributan terjadi di seluruh negeri, kacau balaukan nasionalisme dengan politik adu domba, politik devide et empera. Apakah masih ada politik itu? Ada, hanya namanya saja berubah. Sekarang namanya politik SARA! Bila orang-orang di negeri kepulauan ini tak memiliki fokus dan tak tahu mana yang harus dipertahankan lebih dulu, maka otak mereka akan terpecah. Mereka tidak akan tahu akar masalahnya dimana, lalu saling ribut mengenai pepesan kosong yang tidak ada nilainya. Bila semua fokus sudah ribut di darat, mainkan area lautnya. Curi apapun yang bisa dicuri dari laut, susupi semua daerah dari laut dan masuk, pengaruhi orang-orang di daerah dengan berbagai alasan agar mereka mau bekerja sama untuk kepentingan para penjajah, lalu kuasai orang-orang penting disana. Caranya? Mudah, berikan uang yang banyak, mental manusia negeri ini terkenal mudah luntur melihat uang banyak. Keributan di darat, yang mengandalkan strategi politik SARA, juga untuk menutupi berbagai kepentingan negeri lain yang sedang merampok sumber daya alam disini agar tidak ketahuan. Cara merampoknya? Katakan pada mereka, mau urus kerjasama, bilang saja yang mereka paham. Dari satelit canggih yang dimiliki negeri lain, tambang di bawah tanah negeri ini mudah dideteksi. Tapi orang yang tinggal di daerah itu dan pemerintah yang harusnya tahu pun sekarang buta. Bilang kerjasama pengolahan panas bumi, tapi diam-diam malah isinya tambang minyak bumi. Bilang kerjasama tambang emas, tapi di kedalamannya tambang uranium. Harga lebih murah, kalau ketahuan tinggal sogok dengan uang banyak. Lalu apa yang bisa dilakukan oleh rakyat yang berada di negeri ini? Kehilangan fokus! Ya, itulah tujuan utamanya. Menghilangkan fokus. Rakyat negeri ini kehilangan fokus karena terlalu banyaknya hal-hal yang diributkan dan harus dibenahi. Setiap persoalan yang menjadi keributan pasti akan 'latah' kemana-mana. Ribut bom, semua mengarah kesana. Ribut agama, semua mengarah kesana. Ribut pilkada, semua mengarah kesana. Padahal, itulah tujuan politik dan strategi yang digunakan untuk memecah belah rakyat, supaya mereka tidak bisa fokus melihat apa yang sedang dimainkan oleh para penjajah berbaju 'penolong'. Apakah ada yang memikirkan ini? Ada, tapi bukan orang yang duduk sebagai wakil rakyat, sebagai pemerintah, hanya orang biasa yang tidak memiliki kuasa untuk memberi saran dan masukan pada negeri yang dicintainya ini. Tapi untung ada kompasiana, tempat dimana semua rakyat dari berbagai daerah bisa berbagi, bertukar pikiran dan saling mengingatkan. Adalah tugas kita bersama memikirkan negeri ini. Bila negeri ini aman, kita juga yang aman. Bila negeri kacau, kita juga yang kacau. Ada harapan dari tulisan ini, semoga terbaca dan menjadi pemikiran bagi mereka yang memiliki jiwa nasionalis, jiwa yang memikirkan harga diri dan kewibawaan negeri ini, untuk menjadikan rakyatnya hidup dengan rasa aman dan tenteram serta tidak menderita seperti sekarang. Hidup di lumbung kekayaan luar biasa, namun mati kelaparan di atas lumbungnya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline