Lihat ke Halaman Asli

Melihat Aborsi dari Alam Lain

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13466484791496217019

[caption id="attachment_210175" align="alignnone" width="460" caption="SF : salon.com"][/caption] Kasus seorang wanita di Brasil yang naik banding untuk menggugurkan kandungannya membuat penulis termenung. Pasalnya, Brasil adalah salah satu negara yang memperbolehkan aborsi dengan alasan kasus pemerkosaan atau ketika ibu berada dalam bahaya. Namun dalam kasus ini, wanita itu mengajukan aborsi dengan alasan hidupnya berisiko dan anak yang dikandungnya tidak akan dapat bertahan hidup di luar rahim. Yahoo news menuliskan, dalam kasus itu, janin tersebut didiagnosa mengalami sindrom Edwards, sebuah kelainan genetik kedua paling umum terjadi dari trisomi autosom setelah sindrom Down (kelainan genetik yang berdampak pada keterbelakangan mental), seperti dilaporkan harian Folha de Sao Paulo. Akhirnya, sang wanita mendapatkan ijin dari pengadilan Sao Paulo. Menilik kasus ini, saya teringat sebuah penglihatan tentang aborsi dari alam lain dan bagaimana perasaan si calon manusia itu melihat aborsi. Seorang jiwa tanpa badan, itulah nama bagi mereka yang ingin terlahir di dunia, tapi belum memiliki badan. Mereka sama seperti kita, memiliki roh dan pikiran tentang semua itu. Kelahiran sebagai manusia bumi tentu adalah suatu berkah dari alam lain, sebab bagi kehidupan dalam keabadian, bumi adalah tempat satu-satunya di alam semesta luas ciptaan Tuhan ini yang memberi kesempatan jiwa untuk berevolusi mencapai ketuhanan. Di tempat lain di semua alam semesta, tidak ada kesempatan berevolusi mencapai Tuhan kecuali hanya bumi, tempat spesial mencapai Tuhan. Tentu saja, bila dilihat dari keberadaan bumi yang spesial itu, maka jiwa-jiwa di alam keabadian tentu akan berbondong-bondong menunggu kesempatan emas itu untuk mendapatkan kesempatan lahir sebagai manusia. Menurut mereka, kesempatan lahir sebagai manusia adalah kesempatan langka, bisa menunggu ratusan tahuan bahkan ribuan hingga jutaan tahun untuk bisa mendapatkan kesempatan lahir sebagai manusia. Bisa kita bayangkan, betapa luar biasanya penantian seorang jiwa untuk menunggu saat-saat istimewanya masuk ke dalam rahim seorang wanita dunia dengan perasaan senang dan bahagia. Namun, karena kelahiran manusia membuat jiwa di dalam badan lupa akan saat sebelum dia terlahirkan, maka pemahaman tentang arti sebuah kelahiran pun tidak menjadi dasar landasan sebuah keputusan tentang betapa berartinya kesempatan untuk dilahirkan sebagai anak dalam dunia fana ini. Wanita-wanita yang hamil, mengandung seorang calon anak manusia, tidak tahu bahwa janin yang ada di dalam rahimnya begitu bahagia mendapat kesempatan langka. Tapi kehidupan manusia memandangnya berbeda, ia dilingkupi ketakutan dan kekhawatiran yang berasal dari alasan pemikirannya tentang hidupnya di dunia. Bila Anda adalah seorang jiwa yang sudah menantikan kesempatan untuk terlahir sebagai manusia dan tiba-tiba ada keputusan untuk melakukan aborsi dengan alasan karena hamil di luar nikah? bagaimana perasaan Anda sebagai sosok jiwa yang dihilangkan kesempatan emasnya? Tentu ada rasa sakit hati dan kecewa yang sangat dalam. Ada rasa benci dan dendam atas sikap yang tak memikirkan jiwa-jiwa itu. Namun, tetap saja, jiwa-jiwa itu tak bisa melakukan apa-apa, mereka tak punya kuasa untuk menentukan pilihan hidup manusia. Mereka hanya bisa berharap dan berdoa, supaya kesempatan emas itu, janganlah dimusnahkan hanya karena alasan malu ketahuan karena hamil di luar nikah. Dalam kasus wanita Brasil di atas, adalah suatu pilihan untuk menentukan langkah yang diambilnya sebagai sebuah pilihan antara hidup dan mati. Apa yang dia putuskan, tentu mengandung resiko yang tidak biasa. Dia bukan malu terhadap kehamilannya itu, namun dia melihat ada resiko kematian yang dapat merugikan kesempatan kehidupan di antara mereka berdua, antara dirinya sendiri dan juga jiwa yang menjadi calon anak manusia itu. Tuhan telah memberi kehendak bebas pada akal budi manusia untuk memutuskan pilihan yang terbaik sesuai dengan hati dan pikirnya. Dia melakukan aborsi, menurut pandangan pribadi saya, karena dia tahu bahwa jika dia membiarkan dirinya untuk hamil dan melahirkan calon anak manusia itu, resiko kematian dirinya cukup tinggi. Namun, di sisi lain, dia juga memikirkan calon anak manusia yang akan lahir dari rahimnya itu. Kemungkinan calon anak manusia itu terlahir pun tidak akan lama di bumi ini. Jadi daripada keduanya kehilangan kesempatan emas untuk memaksimalkan waktu hidup di dunia fana ini, dia memilih untuk memenangkan dirinya sendiri bertahan di dunia, untuk mendapatkan kesempatan lebih banyak lagi mencapai ketuhanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline