Lihat ke Halaman Asli

Dodi Mawardi

TERVERIFIKASI

Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Tulisan Saya Belum Pernah Dimuat Kompas, tapi...

Diperbarui: 18 Juli 2021   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Sudah berulangkali mencoba menembus halaman opini Kompas. Selalu gagal. Terakhir mencoba sekitar 13 tahun lalu. Setelah itu tidak lagi. Kapok. 

Konon ada pemeo lama, belum afdhol atau belum sah sebagai penulis jika karyanya belum tayang di harian Kompas. Senior saya Masri Sareb Putra mengulang lagi pemeo itu lewat artikelnya 7 Juli 2021 di pepnews.com (berjudul: Belum Dimuat Kompas Belum Sah Jadi Penulis). Tulisan penuh gizi yang menampar. Tersindir. Pameo yang sudah saya ketahui sejak lama itu sempat menghantui.Betapa pandirnya saya yang tidak juga mampu menembus halaman opini Kompas. Ah...

Beruntung, saya punya ilmu kodok tuli. Kegagalan menembus harian Kompas justru menjadi pelecut untuk mematahkan pemeo itu. 

"Tulisan saya memang belum pernah dimuat Kompas, tapi saya tetap penulis dan menulis. Penulis profesional." Bukan penulis afdhol. Tak perlu juga disahkan. Saya bertekad menjadikan menulis sebagai profesi utama dan mampu menghidupi keluarga sekaligus menyebarkan kebaikan bagi umat manusia.

Berhasil! Sudah 16 tahun menjalani profesi ini. Sudah lebih dari 70 judul buku yang saya hasilkan... 

Ternyata banyak stigma dan pameo lain yang dapat menjadikan seseorang sebagai penulis sungguhan. Atau penulis afdhol atau afdhol sebagai penulis. Atau sah sebagai penulis dan tetap menulis. Tergantung mau mempercayai atau mengakui yang mana.

Ada yang mengatakan, kalau belum diterbitkan oleh Grup Gramedia belum afdhol sebagai penulis buku. Banyak penulis yang mati-matian berupaya memasukkan naskahnya ke penerbit Gramedia.

Ada pula yang menyebut buku laris sebagai ukuran. Kalau bukunya belum bestseller, jangan ngaku sebagai penulis. "Baru laku 1.000-2.000 eksemplar kok sudah bangga," kata salah seorang senior penulis. Begitu menohok.

Zaman dulu muncul pula stigma majalah Horison sebagai indikator kualitas penulis sastra. Belum masuk Horison tak layak mengaku sebagai pujangga. Berderet-deret sastrawan atau calon sastrawan yang mutung karena tak juga mampu menembus media tersebut. Dulu.


Dan stigma lain yang berkembang terkait cap penulis afdhol, sah, atau penulis sejati. Seperti kalau baru menulis satu atau dua buku, belum layak mengaku sebagai penulis. Kalau sudah belasan atau puluhan atau ratusan, baru deh Anda benar-benar penulis. Penulis sejati.

Di kalangan akademisi, lahir cap baru yang hadir satu dekade terakhir: Anda penulis kalau sudah terindeks di Scopus! Padahal, jurnal dengan indeks lain yang tidak kalah kualitas, jumlahnya tidak sedikit. Tetap saja, belum scopus belum diakui. Kejam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline