Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, perhatian pemerintah kepada desa meningkat. Dana pun bergulir ke sana, dengan besaran sampai Rp 1 miliar per desa. Bagaimana dengan RT dan RW? Apakah pemerintah juga memperhatikan?
Dalam UU tersebut, tak ada sangkut pautnya dengan RT atau RW. Tak ada satu pasal pun yang menyebutkan tentang status, peran, atau tugas RT dan RW. Namun, RT dan RW kena dampak. Mereka juga mulai makin diperhatikan, termasuk urusan dana.
Meski tidak termasuk dalam struktur resmi birokrasi, peran dan tugas RT cukup besar. Seluruh warga negara Indonesia yang sudah dewasa pasti pernah berurusan dengan RT. Minimal untuk pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk).
Butuh cap atau stempel RT, jika kita akan membuat KTP. Inilah salah satu tugas penting RT. Dalam Kepres Nomor 49 tahun 2001 yang mengatur tentang RT, disebutkan bahwa salah satu tugas RT adalah membantu pemerintah dalam melayani masyarakat. Penting bukan?
Sayang sekali, tugas penting itu hanya diemban oleh warga negara Indonesia secara sukarela. Tidak ada upah atau gaji yang pasti buat Ketua RT. Itulah sebabnya, di beberapa daerah mencari Ketua RT sulit, karena tidak ada yang mau. Kalau pun ada, pasti terpaksa. Wajar, karena warga juga butuh pekerjaan pasti sebagai sumber nafkah. Sedangkan jadi ketua RT hanya menambah beban.
Sampai saat ini, masih ada kabupaten/kota yang sama sekali tidak memberikan apapun kepada para Ketua RT. Nol rupiah. Padahal, sudah banyak kabupaten/kota lain yang memberikan dana untuk Ketua RT.
Sebutannya beragam. Ada yang menyebut sebagai insentif, dana operasional, dana stimulan, atau bahkan ada yang menamakannya sebagai GAJI atau honor.
Dalam artikel ini, saya mencoba membandingkan besaran 'pendapatan' para ketua RT di beberapa kabupaten/kota se-Indonesia. Beragam. Ada yang alakadar, ada yang sedang, bahkan ada yang memadai.
Lihat tabel dana untuk Ketua RT di bawah ini.