Siapa yang bisa menolak pernyataan bahwa Jenderal TNI Leonardus Benny Moerdani adalah seorang pemberani. Atau lebih tepatnya, seorang prajurit sejati yang keberaniannya jauh melebihi nyali seorang tentara biasa. Dia memang bukan prajurit biasa. Pak Benny sudah mulai mengabdikan dirinya kepada negara, ketika berusia belia. Usia ingusan yang sebagian besar anak lainnya masih asyik bermain-main.
Benny kecil sudah ikut berjuang melawan Jepang, kemudian menghadapi Belanda bersama kawan-kawannya yang berusia lebih tua. Meski bukan sebuah kesengajaan, Benny kecil bahkan dinobatkan sebagai komandan dari teman-teman tuanya itu, hanya karena tubuhnya yang kecil dia kebagian senjata paling kecil dan berbeda sendiri dengan yang lain.
Waktu itu, Benny kecil kebagian pistol, sedangkan yang lain mendapatkan senjata laras panjang. Pemegang pistol biasanya memang menjadi komandan. Maka jadilah Benny kecil sebagai komandan.
Baktinya kepada negara berlanjut ketika pilihan datang selepas Agresi Militer Kedua Belanda berakhir. Ia mendapatkan dua pilihan, melanjutkan kiprahnya di Tentara Pelajar dengan masuk sekolah militer, atau melanjutkan belajar di sekolah umum. Tampaknya jalur hidup pak Benny memang menggariskannya berada di jalur pengabdian penuh kepada negara.
Ia harus berani memilih dan pilihannya adalah melanjutkan sekolah militer. Dari situlah karir militer Benny Moerdani dimulai. Bakat, kemampuan, dan kesungguhannya dalam belajar berpadu dengan pengalamannya menghadapi Jepang dan Belanda, yang butuh keberanian tingkat tinggi. Hasilnya adalah seorang prajurit handal yang siap ditempatkan dimanapun dan kapanpun serta dalam kondisi apapun. Mental berani yang sudah terpupuk sejak dini.
Selepas masa pendidikan tingkat dasar, menengah dan lanjutan militer, Benny Moerdani menjelma menjadi seorang perwira dan prajurit tangguh. Ia selalu menjadi pilihan untuk ditugaskan dalam menumpas berbagai konflik di tanah air, mulai dari penumpasan pemberontakan PPRI di Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, sampai mengatasi Permesta di Sulawesi Utara.
Kemampuannya bertempur, tahan banting, tanpa kompromi, memimpin pasukan dan mengatasi konflik mulai terkenal di kalangan militer, dan kemudian sampai kepada petinggi negara, termasuk di telinga Presiden Soekarno.
Ketika terjadi konflik di Irian Barat dengan Belanda, pak Benny yang saat itu berpangkat kapten ditugaskan negara untuk berangkat ke sana. Berbagai media saat itu memberitakan betapa heroiknya pasukan Indonesia yang diterjunkan ke sana. Mereka siap berangkat untuk tidak kembali lagi. Mereka berani mempertaruhkan nyawa, demi kepentingan nusa dan bangsa. Sebuah sikap yang luar biasa, mengingat medan Irian Barat yang sangat ganas pada saat itu.
Peluang antara hidup dan mati adalah setengah-setengah. Apalagi pengalaman sebelumnya menunjukkan, lebih banyak pasukan yang tidak kembali (tewas) dibanding yang selamat. Ternyata pak Benny dan pasukannya berhasil menjalankan misi negara dengan baik, meskipun harus kehilangan sejumlah prajuritnya. Atas keberhasilannya itu, pak Benny dan pasukannya mendapatkan anugerah bintang sakti dan kenaikan pangkat luar biasa.
Konflik dengan Malaysia menjadi ajang selanjutnya dari kiprah keberanian Benny Moerdani buat negara. Dia ikut serta dalam operasi penyusupan anti Malaysia di wilayah Kalimantan Utara. Operasi yang amat berbahaya di medan Kalimantan yang juga tidak kalah ganasnya dibanding hutan di Irian Barat.
Waktu itu, pak Benny harus menyamar menjadi anggota pasukan anti Malaysia. Saat itu, Malaysia belum merdeka dan Bung Karno menganggap Malaysia merdeka sebagai upaya Inggris melebarkan sayap kolonialismenya. Malaysia hanya dijadikan sebagai boneka penjajah. Meski sempat hampir tewas di sana, tugas pak Benny tetap dianggap berhasil di Kalimantan Utara.