[caption caption="penulis kere "][/caption]Sebutlah namanya George, seorang bule yang banting setir dari karyawan menjadi pengusaha. Pilihannya adalah menjadi pengusaha makanan. Setelah pilah-pilih akhirnya dia memutuskan menjadi pedagang pecel lele pinggir jalan. Baru tiga hari jualan, George patah arang karena hanya satu dua orang yang beli pecel lelenya. Rugi.
Dia beralih menjajaki jualan bakso. Pilihannya sama, mangkal di pinggir jalan. Dalam tujuh hari, dia kembali gulung tikar karena baksonya tidak laku. Masih rugi. Goerge belum menyerah, dia kembali mencoba peruntungannya dengan berjualan burger. Siapa tahu lebih laku karena tampangnya yang bule cocok dengan burger, makanan khas orang bule. Siapa nyana, selama 15 hari berdagang hanya terjual segelintir burger. Rugi lagi.
Alhasil, George menyimpulkan bahwa bisnis makanan tidak menjanjikan. Buktinya, dia gagal setelah mencoba tiga macam jenis usaha makanan. Kesimpulan lainnya, ternyata jualan makan tidak mudah. Sulit mendapatkan keuntungan dari bisnis tersebut.
Kira-kira demikianlah gambaran yang menimpa sebagian orang yang mencoba peruntungan di dunia tulis menulis. Banyak yang menyimpulkan bahwa profesi menulis atau bisnis menulis tidak prospektif dan tidak menjanjikan. Sulit mendapatkan keuntungan apalagi dalam jumlah besar dari menulis. Kesimpulan yang diambil karena setelah menulis satu dua buku, tapi tidak laku. Atau selalu gagal mengirim artikel ke media massa. Atau royalti dan honor yang terlalu sedikit.
Mirip seperti George yang gagal berdagang makanan lalu menyimpulkan bahwa bisnis itu tidak prospektif. Padahal Anda tahu bukan, faktanya tidak demikian. Berapa banyak pengusaha makanan yang sukses? Buanyak! Pedagang sukses bakso, pecel lele dan burger, berserakan di seantero negeri. Yang gagal? Juga banyak. Bahkan mungkin orang-orang seperti George lebih banyak dibanding yang sukses.
Pun demikian dunia menulis. Berapa banyak yang sukses dalam bidang ini? Buanyak. Meskipun, seperti bisnis makanan, yang gagal tentu lebih banyak dibanding yang sukses. Tampaknya memang hukum alamnya demikian. Seperti sebuah piramida, jumlah yang sukses lebih sedikit dibanding yang gagal. Jumlah mereka yang amat sukses lebih sedikit lagi dibanding yang sukses.
Pertanyaannya, kenapa khusus buat industri menulis, dianggap lebih tidak menjanjikan hanya karena banyak penulis gagal dan kere? Dugaan saya, karena penulis kere menuliskan kegagalannya. Minimal curhat karena dia penulis he he. Sedangkan para pebisnis bakso, pecel lele atau burger, jarang-jarang yang menuliskan kegagalannya. Alhasil, sudah menjadi rahasia publik bahwa banyak penulis adalah kere! Nempel deh persepsi tersebut di benak banyak orang.
Padahal, di bidang apapun Anda berkecimpung hukumnya tetap sama: siapa yang sungguh-sungguh, persisten dan konsisten maka dia akan berhasil. Siapa yang mau terus belajar, bersabar, berproses, memerbaiki diri, maka dia berpeluang lebih besar untuk sukses. Tidak ada yang instan. Tidak ada yang dicapai dengan leha-leha. Tidak ada yang tanpa rentetan kegagalan dan kekecewaan.
Kenapa penulis banyak yang kere dan gagal?
Pertanyaan yang sama, kenapa banyak pedagang yang juga kere dan gagal?