Lihat ke Halaman Asli

Dodi Mawardi

TERVERIFIKASI

Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Ternyata Pembohong Besar Itu Bernama Televisi

Diperbarui: 11 September 2020   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13267330171045578582

[caption id="attachment_164152" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] 

“Saya punya istri tiga…” ujar seorang lelaki muda mulai bercerita tentang kisah hidupnya. Maka mengalirlah sebuah kisah dramatis berakhir pilu, tentang dia dan keluarganya. 

Perjalanan hidupnya pasti mengundang iba, karena dipenuhi dengan duka dan air mata. Dijamin, siapapun yang menyimak kisahnya akan ikut merasakan betapa pahitnya nasib lelaki tersebut. Kisah ini dihadirkan sebuah stasiun televisi swasta sebagai sebuah kisah nyata dan diberi judul program “Bukan Sinetron”. 

Dari judulnya, pemirsa pasti sudah paham bahwa acara realiti show ini adalah kisah-kisah nyata yang pasti akan menguras air mata. Tapi apa yang terjadi beberapa hari setelah episode lelaki beristri tiga ini ditayangkan? 

“Hei kawan, kau masuk televisi ya. Kulihat di acara Bukan Sinetron,” ujar seorang pria muda kepada lelaki yang beristri tiga tadi. “He he, elu nonton ya. Lumayan dapat honor buat uang jajan,” kata si penganut poligami itu, enteng. “Wah ajak-ajak dong, gue juga mau masuk teve,” rengek temannya. “Ok nanti elo gue ajak…” tukasnya dengan gembira. 

Ternyata, menjadi pemeran sebuah tokoh di acara-acara reality show, merupakan salah satu ladang pekerjaan baru. Mereka bergabung dengan sebuah production house atau agen pemain, lalu bersiap-siaplah mengisi acara reality show yang tersebar di hampir semua stasiun televisi. Skenario sudah dibuat sedemikian dramatisnya, dan para pemain itu tinggal berakting seadanya. Mereka bukan pemain film profesional, sehingga aktingnya terlihat canggung dan kaku. 

Sejatinya, reality show merupakan acara faktual meski masih tergolong jenis program artistik bukan jurnalistik. Namun, sesuai namanya reality, maka apa yang ditampilkan merupakan kisah nyata. Tapi faktanya, hampir semua jenis acara itu berisi kebohongan besar para pembuatnya. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka, dengan mudahnya menggaet para pemain pemula untuk memerankan berbagai kisah rekayasa yang diolah seakan-akan nyata. Pemirsa pun tertipu. Ikut larut dalam kisah rekayasa itu, bahkan tak jarang turut meneteskan air mata. Penipuan dan kebohongan publik yang luar biasa. 

Menjadi Trend 

Rekayasa program semacam itu ternyata sudah menjadi trend dalam industri televisi di Indonesia. Silahkan sebutkan acara reality show yang pernah Anda tonton. Yakinlah sebagian besar dari mereka adalah rekayasa. Misal acara Bukan Sinetron tadi, atau sejenis acara Termehek-mehek, hipnotis, jodoh-jodohan dan sebagainya. Mungkin hanya sebagian kecil saja yang masih mempertahankan keasliannya, seperti konsep yang mereka usung pada episode-episode awal. 

Sebelumnya, rekayasa seperti ini juga terjadi pada acara-acara misteri, yang sempat menjadi kesukaan pemirsa beberapa tahun silam. Penampakan-penampakan makhluk halus, dibuat seperti nyata agar memberi kesan dramatis kepada pemirsa. Faktanya, sebagian besar dari program itu berisi kebohongan. Seorang pemeran yang penulis ketahui persis, menceritakan bagaimana dia disuruh menggerak-gerakan jendela dengan seutas tali, agar terlihat seperti bergerak sendiri. Atas perannya tersebut, ia mendapatkan imbalan. 

Trend kebohongan publik seperti itu masih terus berkembang hingga saat ini, bahkan makin merajalela. Tak heran jika banyak agen yang berubah fungsi atau melebarkan sayapnya, dari awalnya sebagai penyedia pemeran untuk film dan sinetron, menjadi penyedia calon pemeran acara reality show. Keuntungan yang mereka dapatkan cukup menggiurkan! 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline