Lihat ke Halaman Asli

Manisnya Tebu

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu ketika saya melintasi daerah Jatiroto, Lumajang. Perjalanan saya sempat terhenti beberapa menit. "kok tumben macet?" guman saya, "Oh, ternyata ada lori tebu!", Saya lupa kalau sekarang adalah musim panen tebu. Di desa saya, juga lumayan banyak petani tebu, maklum mungkin karena dulu ada pabrik tebu Kantjil Mas di daerah saya. Namun sayangnya, pabrik tebu itu sudah lama tidak beroprasi lagi.

Ketika musim tebu begini, saya jadi ingat masa kecil dulu. Kebanyakan lahan tebu di desa saya bersebelahan dengan lapangan sepak bola, jadi ketika ada kejuaraan antar desa, orang-orang beramai-ramai mengambil tebu di lahan tersebut. Tua maupun muda, anak kecil maupun remaja, kebanyakan dari mereka mungkin berfikir, dari pada membeli makanan seperti kacang rebus maupun jagung rebus yang memang sudah sering (bahkan hampir setiap hari) mereka makan, lebih baik makan tebu, hahaha.

Suara pohon tebu yang berbunyi "ctaakk" ketika di patahkan itu, membuat kuping orang-orang yang datang ke lapangan serasa gatal. Mungkin di telinga mereka seperti terdengar suara yang sangat menggoda "Ayo... mas.. ambil aku.. ayo cepat makan dan patahkan aku... aku sudah cukup dewasa untuk kamu makan..." mungkin suara-suara seperti itulah yang menggoda ke khusuk-an para penonton sepak bola. Nah, kalau sudah begitu, banyak orang yang datang ke lahan tebu tersebut.

Kebanyakan dari mereka (yang masuk kelahan tebu), pertandingan seolah tidak penting lagi. Mungkin karena banyaknya orang yang masuk lahan tebu, pemilik lahan beserta preman-premannya pun tahu, dan kejar-kejaran pun tidak dapat dihindarkan lagi. Namun pengejaran itu itu tidak berlaku bagi mereka yang memiliki hak istimewa (kenal dengan yang punya lahan), mereka masih santai-santai saja mengambil dan memakan tebu, seolah-olah mereka tak bersalah.

Bagi kami di desa, tebu merupakan makanan enak, selain karena agak lama habisnya, juga bisa dibuat untuk menciutkan nyali tim tamu Re: Senjata. Kita biasanya melemparkan ampas tebu yang habis di gigit itu kedalam lapangan, jika keputusan wasit dianggap tidak adil, hehehe, untung kita nggak ngelapor ke MK ya! hehehe (guyon). Nah, kalau keadaan benar-benar memanas, ampas tebu ini di gunakan untuk melempar para pemain lawan. Sebenarnya jarang sekali tawuran antar penonton, malahan ampas tebu tersebut kita gunakan untuk melempar (menjaili) orang-orang, sewaktu "si korban" lagi asyik-asyiknya nonton sepak bola, salah satu diantara kita melemparnya dengan ampas tebu tersebut, setelah itu, bakat akting sipelempar muncul. Dia berpura-pura serius menonton sepak bola, jika korban tidak melihat lagi, si korban di lempar lagi. Dan kebanyakan pelakunya adalah saya. :) tapi saya tak pernah mengambil tebu, masuk kelahan pun tak berani, apalagi mengambil. Beda cerita kalau tebu itu dikasih teman.

Disaat musim panen tebu tidak ada pertandingan sepak bola, kebanyakan anak-anak di desa kami nongkrong di pinggir jalan, sambil berharap truk-truk pengangkut tebu itu mogok atau bahkan berharap ban truk pengangkut tebu tersebut meletus. Bagaimana tidak meletus, truk tersebut banyak yang kelebihan muatan. Jika sudah begitu banyak orang - orang yang meminta kepada supirnya untuk meminta tebu, mereka bilang "pak, minta satu ya." ya, benar mereka bilang begitu. Dan memang mereka hanya mengambil satu batang tebu. Namun, mereka memilih tebu yang besar, dan parahnya hampir seluruh anggota keluarga juga meminta tebu tersebut. Bayangkan, jika dalam satu RT terdapat sekitar 25 KK!

Bukan itu saja, banyak ibu-ibu yang sambil menggendong anaknya mengambil tebu tersebut. Ada yang anaknya menangis minta diambilkan, ada yang pura-pura berbincang-bincang dengan sopir (namun menyuruh anaknya untuk mengambil tebu di truk tersebut). Nah jika sudah sadar jika tebunya banyak diambil, sang sopir pun marah-marah dan hanya bisa menunggu di belakang truknya, sambil menunggu teman sesama supir truknya datang untuk membantu memperbaiki truk yang mogok.

*Salam*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline