PEREMPUAN DALAM MIMPI
Oleh: Pensil Kajoe
Perkenalanku dengannya lumayan lama, lebih kurang dua tahun. Saat bersama kedua temanku berkunjung ke Yogyakarta. Gadis berlesung pipi di kanan itulah yang mencuri perhatianku. Aku tak mempermasalahkan ketika dia menceritakan masa lalunya yang penuh kontroversi baik di lingkungan tempat tinggalnya atau teman-teman sekolahnya dulu. Aku sendiri sebenarnya agak risih kalau harus memanggilnya dengan nama pemberian amarhumah ibunya.
Tiap kali mengingat namanya, aku jadi ingat sesuatu yang sangat sensitive dan rahasia dari bagian tubuh kaum hawa. Waktu masuk perguruan tinggi, dia mau tak mau hars mengganti namanya yang nyleneh agar tak menjadi bahan olok-olok teman-teman barunya, di lingkungan barunya; Ratna Aulia Hapsari. Sebuah nama yang jauh lebih baik dari nama sebelumnya. Aku mengenalnya sebagai waiters di salah satu restaurant seafood di Kota Gudeg.
Hujan cukup deras mengguyur kota yang seakan tak pernah tertidur pulas. Aku dan kedua temanku seperti biasa mencari penyelamat malam. Karena seharian kami bertiga belum bertemu nasi beserta kawanannya. Maka kami putuskan untuk mampir ke restauran langganan kalau sedang berkunjung ke kota ini. Selain makanannya lezat di lidah, harganya pun tak terlalu menguras isi kantong.
Aku berencana ingin mempersunting perempuan tersebut, tapi aku masih ragu untuk menyampaikan keinginanku pada keluarga. Apalagi setelah kejadian dua bulan lalu, saat ayah tahu aku menjalin hubungan dengan Ratna, beliau schock saat kuceritakan siapa dia sebenarnya. Hingga akhirnya ayah terkena serangan jantung dan di rawat di rumah sakit selama satu bulan.
Sejak saat itulah aku merasa bersalah. Namun aku juga tak bisa membohongi perasaanku sendiri. Di satu sisi aku menyayanginya, tak peduli siapa dia sebelum berganti nama. Kalau menurutku nama aslinya lebih unik dan mudah diingat. Aku juga tak mempermasalahkan dari latarbelakang apa dia berasal.
Malam itu, kami bertiga memilih meja paling kanan dekat jendela, posisi itulah yang paling indah karena kami bisa memandang laut selatan, menikmati gulungan ombak yang seolah saling berkejaran. Tak seperti biasanya, kali ini seorang waiters laki-laki menghampiri meja kami. Padahal biasanya kalau aku datang, Ratna langsung menghampiri dan menanyakan menu apa yang akan kami pesan. Satu hal dari dia yang membuatku kangen adalah lesung pipinya. Ah sayang, padahal malam ini aku mau pamitan karena besok pagi kami bertiga harus segera pulang ke Purwokerto.
"Kenapa Mas? Cari Ratna ya?" sepertinya pelayan itu tahu kalau aku sedang mencari Ratna.
"Oiya, tumben dia tidak kelihatan?" tanyaku
"Sudah dua hari ini dia tidak masuk kerja Mas, dia izin sakit," jawab laki-laki berrompi abu-abu dengan dasi kupu-kupu.