Lihat ke Halaman Asli

Membangun Apersepsi yang Menginspirasi

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tulisan ini terinspirasi dari suasana diskusi dengan 30 Guru SMP Mapel IPS di Yogyakarta.  Pada waktu itu, kami membuat ide-ide pembelajaran.  Kami semua membuatnya mirip dengan sebuah RPP .  Akhirnya, ketika praktik mensimulasikan ide pembelajaran yang kami buat,  kami merasa ide pembelajaran tersebut kurang menarik.

Kami mencoba menuliskan kembali apa yang kami (sebagai guru) ucapkan pada saat simulasi. Agar pembahasan lebih dalam dalam waktu yang singkat, kami hanya konsentrasi saja pada kegiatan awal pembelajaran (kegiatan apersepsi). Hasilnya, kalimat-kalimat yang kami ucapkan adalah sebagai berikut?

“Anak-anak mari kita mulai dengan berdoa”

“Siapa yang tidak masuk hari ini?”.

“Pada minggu yang lalu, bapak memberikan tugas, apakah sudah dikerjakan?”

“Kemarin, kita telah belajar ......, sekarang kita akan belajar tentang.......”.

“Tujuan pembelajaran hari ini adalah 1) siswa dapat memahami jenis-jenis penyimpangan sosial, 2) siswa dapat memahami penyebab penyimpangan social dan 3) siswa dapat memahami akibat penyimpanga sosial”

Kami sebagai peserta diskusi, pada kegiatan pendahuluan, bisa merasakan bahwa apa yang kami simulasikan kurang menarik. Kami kemudian bertanya “apakah siswa juga merasakan seperti ini disaat kami mengajar?”. Kami kemudian berhipotesis mungkin inilah yang menyebabkan siswa-siswa malas belajar dengan materi-materi kami.

Kemudian kami mempelajari lagi  “apa yang menyebabkan kami kurang tertarik?”.  Kamipun mempelajari  teori Quantum Teaching yang ditulis De Porter (2001). Menurut teori tersebut, kegiatan awal merupakan kegiatan menumbuhkan minat. Cara menumbuhkan minat adalah dengan AMBAK "Apa manfaatnya Bagiku?"

Kami melakukan bermain peran untuk memahami apa yang kami alami. Sebagian peserta ada yang menjadi guru dan sebagian yang lain menjadi siswa.

Siswa bertanya “Apa manfaat materi tersebut bagi diriku ?”.

Guru menjawab “Untuk mengetahui 1.....,2....., dan 3......

Siswa bertanya “kalau sudah tahu, terus manfaat bagi saya apa?”

Guru menjawab “Kau akan memutuskan melarang atau membolehkan penyimpangan sosial ?”

Siswa bertanya “Mengapa saya harus memutuskan melarang/membolehkan penyimpangan sosial?”

Guru menjawab “Untuk memperbaiki kehidupanmu sendiri atau kelak kau jadi bupati kau akan memutuskan melarang/membolehkan demi kepentingan rakyat banyak”

Siswa Bertanya “apa penyimpangan sosial?”

Berdasarkan dialog tersebut barulah kami menyimpulkan, ada 2 hat yang membuat pembelajaran menarik bagi siswa. Pertama, bahasa yang kami digunakan sama dengan bahasa siswa. Pertanyaan “penyimpangan sosial itu apa ?” menununjukkan bahwa bahasa yang kita gunakan bukan bahasa siswa.  Penyimpangan sosial merupakan bahasa konsep yang dipahami ilmuwan dan guru. Sedangkan bahasa siswa untuk penyimpangan sosial bisa jadi Tawur, Mendem, Nyabu dan lain sebagainya.  Mengapa perlu menggunakan bahasa siswa?Karena bahasa bisa membawa guru memasuki dunia anak, sehingga guru diterima oleh siswanya.

Kedua, Kejelasan kebermanfaatan belajar bagi siswa. Manfaat yang jelas menggerakkan siswa menuju dunia guru. Tugas guru mendampingi siswa sampai menuju kedunia orang dewasa. Kadang, guru memotivasi siswa dengan mengajak siswa ke dunia lain. Misalnya untuk permasalahan sosial “Andaikan kalian kelak menjadi bupati, presiden, polisi, pengusaha, apa yang akan kamu lakukan.....?”.  Hal ini akan memotivasi siswa dan kelak menginspirasi siswa menjadi seseorang yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Kini, kami menyadari pembelajaran saya kurang menarik karena apersepsi yang biasa-biasa saja. Kami berjanji setiap materi akan menanyakan apa manfaatnya bagi siswa. Kami berjanji akan menggunakan bahasa siswa dan kami berjanji akan mendampingi siswa dari dunianya menuju dunia guru.

Yogyakarta, 04 Maret 2014

Peno Suryanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline