Aku melihatnya lagi pagi ini. Dia belum berpakaian seragam sekolah. Ia memegang beberapa gulungan karung serta gulungan tali rami dieratkan di lengannya yang begitu kurus. Aku hanya mengira serbuk-serbuk kayu itu untuk prakaryanya di sekolah.
Aku baru saja pindah di lingkungan itu. Ayahku dipindahtugaskan sebagai kepala wilayah pada suatu instansi pertanahan di daerah sini, Kalimantan. Aku tinggal di lingkungan yang begitu asri. Agak jauh dari pusat perkotaan yang begitu memusingkan.
Meskipun daerah ini belum begitu berkembang, lingkungan ini dipenuhi pepohonan yang begitu rindang. Lingkungan masyarakatnya juga begitu rukun. Kami baru saja pindah, tapi sudah disambut hangat oleh beberapa penduduk sekitar.
Masyarakat-masyarakat disini memiliki mata pencaharian yang beragam. Ada sebagai petani, bekerja di ladang, buruh dan juga tukang kayu. Ada juga yang membuka usaha sendiri, seperti usaha kuliner dan jajanan. Daerah ini berpotensi maju karena masyarakatnya yang gencar mengembangkan usaha masyarakat kecil dan menengah.
Jajanan seperti goreng-gorengan hingga makanan berbungkus seperti kripik diolah begitu unik. Ada kripik pisang, kripik ubi, kripik bayam dan banyak makanan lainnya. Semuanya itu serasa menggoncangkan lambungku.
Kehidupan baru kali ini begitu menyenangkan. Aku juga tidak begitu lama menyesuaikan diri bersama dengan teman sekolahku dan di lingkungan baruku ini.
Namun, aku terusik dengan seorang gadis remaja. Aku sering melihatnya melintas di depan rumahku yang tidak begitu jauh dari jalanan. Kurasa gadis itu belum kukenal di daerah ini. Apalagi sewaktu sore.
Terkadang dia masih memakai seragam sekolahnya. Seragam sekolahnya itu begitu besar di tubuhnya. Sepatunya juga sudah kelebihan usia untuk dipertahankan. Kaus kaki putihnya yang begitu panjang membalut betisnya yang kecil. Dia memiliki rambut hitam legam yang panjang. Rambutnya terlihat kusut tak terurus.
Setiap kali melintasi jalan ini, pandangannya tidak beralih ke kanan ke kiri. Lurus ke depan seperti mengejar sesuatu. Kulihat dia, berjalan dengan langkahnya yang begitu lebar ke arah selatan lingkungan ini. Dia terlihat begitu terburu. Ada apa rupanya disana? Apa ada sesuatu yang dia kejar? Mengapa setiap sore dia selalu berjalan kesana?
Kutunggu beberapa lama di depan rumah. Bersama dengan tanaman-tanaman hijau ini. Sungguh benar melatih kesabaranku. Kapan gadis itu berbalik.
Satu dua jam menunggu, belum juga berbalik. Pikirku, apakah dia tersesat? Aku teralihkan karena gadis itu. Aku menunggu terlalu lama hingga membuatku berbalik ke rumah. Sore ini aku mungkin belum sempat, besok pagi saja. Gumamku.