Lihat ke Halaman Asli

Akhir yang Indah

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Penni Ratnawati, sudah 7 tahun aku menjalani profesiku sebagai seorang guru matematika, sesuatu yang menjadi impianku dari kecil.

Aku terlahir dari keluarga yang sederhana, bahkan teramat sangat sederhana, ayahku seorang buruh lulusan SMP dan ibuku pedagang nasi yang ijazah SD pun tidak punya, dari kecil aku bercita-cita ingin menjadi seorang guru, tapi bermimpipun aku tak pernah membayangkan bisa menjadi guru PNS, ya harapanku hanya sebatas menjadi guru.

Ayahku seorang figur yang luar biasa, dia memberikan banyak inspirasi untuk kehidupanku, dialah yang selalu mengajarkan kepadaku makna kehidupan, untuk selalu berbuat baik, untuk selalu bersyukur, untuk selalu sabar dan untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.  Dari aku SD ayahku selalu menyemangati aku untuk berprestasi di mapel matematika, tapi beliau tidak pernah memaksa aku untuk mendapatkan nilai bagus, yang utama aku menyukai dan memahami materi tersebut.

Ibuku juga tidak kalah luar biasa dari ayahku, dari aku kecil hingga aku kuliah tidak pernah sekalipun ibuku mengeluh untuk selalu selalu dan selalu semangat bekerja, manajemen keuangannya luar biasa, malahan menurutku mengalahkan akuntan dengan pendidikan S2 sekalipun, tiap hari sehabis berdagang nasi di pinggir jalan, ibuku selalu menyisihkan uang di bawah tumpukan bajunya, setiap bulan uang tersebut digunakan untuk membiayai sekolahku, sisanya ditabung, satu hal yang paling ditakuti ibuku adalah punya hutang, maka beliau sangat berhati-hati sekali dalam menggunakan uang tabungannya.

satu hal yang paling saya ingat saat aku lulus SMA, aku berharap sekali ingin kuliah, tapi saat itu aku tahu keuangan orang tuaku sedang bermasalah. dari hasil tabungan ibuku ada uang sekitar 1 jt, beliau sangat berharap uang tersebut bisa aku gunakan untuk masuk perguruan tinggi. tapi bagaimana aku bisa, la saat itu rumah kami benar-benar tidak layak huni, alas masih tanah, penyangga atap agar tidak ambruk dari bambu, papan agar terlihat rapi ditempel dengan kalender, ya Allah apa aku tega memakai uang 1 jt untuk masuk perguruan tinggi sedangkan kehidupan keluargaku seperti ini.

maka sehari sebelum UMPTN aku melarikan diri, karena orang tuaku memaksa aku ikut tes UMPTN dan aku telah mendaftar, saat itu aku menginap di rumah temanku, orangtuaku begitu khawatir, malam itu jam 10.oo mereka menemukan aku, dan meminta aku pulang untuk ikut UMPTN pagi harinya.  aku tidak tega akhirnya aku mengikuti keinginan orang tuaku, pagi setelah shalat shubuh aku berangkat dari mgl ke jogja naik bus bareng dengan teman-teman yang mayoritas pria ( rata-rata yang perempuan menginap di jogja, tapi aku tak punya uang untuk biaya menginap, maka aku laju tiap hari), makan siang cukup di warung terminal. dan itu kujalani 2 hari.

Allah mendengar doa ibuku, alhamdulillah aku diterima di Pendidikan Matematika Universitas Negeri Semarang, aku ingat aku masuk biayanya sekitar 850.000 lalu sisa uang yang 150 rb aku gunakan untuk kos di kos-kosan yang amat amat sangat sederhana (125 ribu persemester), bisa dibayangkan seperti apa.

alhamdulillah setelah aku kuliah Allah memberikan rejeki lebih, ibuku yang jualan laris manis, aku juga sambil menjajakan baju dan jilbab ke teman-temanku, dan alhamdulillah dari semester 2 aku mendapatkan beasiswa 450 rb / semester, padahal saat itu biaya kuliahku 425 rb / semester. Alhamdulillah Allah memudahkan urusan ku, dan tahun 2004 tepat 4 tahun aku lulus, walau IP ku tidak maksimal, tapi alhamdulillah IP ku sudah diatas 3.

Dan doa orangtuaku terjawab sudah, satu tahun setelah lulus Allah memudahkan jalanku, dan aku diterima menjadi PNS, tahun 2006, saat itu usiaku masih 24 tahun, sekarang ibuku sudah berhenti berjualan dan ikut bersamaku menempati gubuk kecilku di temanggung menjaga dua buah hatiku. ayahku masih bekerja, karena beliau merasa bekerja membuatnya bahagia.

Satu hal yang membuatku bahagia saat melihat senyum tersungging di bibir orangtuaku, terimakasih pak e dan mak e, tanpa kalian aku tidak akan bisa seperti sekarang, terimakasih atas doa kalian yang tiada henti. semoga Allah selalu menjaga kalian dan memberikan kebaikan kepada kalian di dunia dan akhirat.  dan semoga Allah memberikan waktu panjang kepadaku untuk selalu membuat pak e dan mak e bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline