Lihat ke Halaman Asli

Anta Nasution

Laut Biru

Prancis, dari Teroris hingga “Bikini Muslimah”

Diperbarui: 30 Agustus 2016   17:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dunia sedang sibuk berbenah menangani ancaman terorisme, ancaman ini nyata dan terbukti menggangu stabilitas dunia. Bahkan warga Indonesia sendiri banyak yang bergabung dengan kelompok teroris, baik yang menciptakan kelompok sendiri maupun bergabung dengan kelompok teroris internasional. Hampir setiap Negara mempunyai badan penanggulangan teroris, namun tak bisa dipungkiri, serangan demi serangan tetap terjadi. Muncul beragam pengertian tentang terorisme, salah satunya mengutip pendapat yang dikemukakan oleh FBI (Federal Bureau Investigation) Terrorism is the unlawful use of force or violence "against persons or property to intimidate or coerce a government, civilian populations, or any segment threat, in furtherance of political or social objective".

Belakangan ini, terorisme selalu dihubungkan dengan gerakan radikal yang dilakukan oleh oknum yang mengaku beragama islam. Mengapa oknum? Karena pada hakikatnya islam berarti selamat. Sehingga ketika para oknum ini mengaku berjuang atau berperang mengatas namakan kejayaan islam dan menimbulkan kehancuran serta kebinasaan, maka mereka tidak bisa disebut sebagai umat islam. Islam tidak pernah mengajarkan tentang berbuat dzolim kepada sesama makhluk hidup.

Prancis merupakan Negara yang indah, kota mode sekaligus penuh dengan romantika asmara. Negara yang memiliki ibu kota Paris ini dihuni oleh kurang lebih 66 juta penduduk, 7 juta diantaranya memeluk agama islam. Negara ini terkenal dengan sekularismenya, pemisahan antara agama dengan kehidupan. 

Tentu belum lepas ingatan kita tentang kejadian 7 Januari 2015, dimana 12 orang tewas akibat tembakan membabi buta yang dilakukan oleh 3 orang di kantor harian satire Charlie Hebdo. Al Qaeda mengkalaim bahwa peristiwa tersebut didalangi oleh mereka dengan alasan balas dendam untuk kehormatan islam. Bagaimana tidak? Harian Charlie Hebdokerap membuat tulisan, kartun, dan karikatur yang bertemakan melecehkan islam.

Sampai saat ini setidaknya telah terjadi 11 aksi terror di Negara yang terkenal dengan menara Eiffel nya. Beberapa minggu yang lalu, seorang wanita mengenakan burkini atau bikini muslimah sedang tiduran di pinggir pantai kota Nice, kemudian didatangi oleh 3 orang polisi bersenjata dengan maksud agar si wanita mau melepas burkininnya. Dengan terpaksa akhirnya si wanita mencopot burkininya. Insiden tersebut terjadi setelah beberapa waktu lalu kota Nice mendapat serangan truk kontainer pada saat perayaan bastille day yang menewaskan 84 orang.

 Hal tersebut mendapat banyak kecaman baik dalam negeri maupun luar negeri. Pasalnya, burkini mulai dilarang sejak tanggal 1 Juli di 15 kota yang ada di Prancis. Burkini adalah baju renang muslimah yang menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Bagi yang melanggar akan dikenakan denda US$ 42 dolar. Dikutip dari majalah Tempo edisi 29 Agustus - 4 September 2016, dekrit pelarangan burkin tsb berbunyi “ Suatu baju renang pantai yang menunjukan hal yang mencolok kepada afiliasi suatu agama, karena Prancis dan tempat-tempat ibadah saat ini sebagai target aksi teroris, memiliki sifat menciptakan risiko malapetaka ketentraman publik (kerusuhan, konflik, dan lainnya), maka perlu dilarang,”

Di satu sisi Prancis terlihat seperti terjangkit Islamophobia yang akut, permasalah burkini tidak bisa disangkut pautkan dengan aksi terror. Sekularisme bukan berarti melarang warganya untuk taat terhadap agamanya. Bahkan dekrit tersebut bisa dinilai telah melanggar hak asasi manusia.

Prancis salah jika mengira dengan mengeluarkan dekrit pelarangan penggunaan burkini sebagai pencegahan atau penangkalan aksi terorisme. Malah bisa menjadi kebalikannya, seperti yang terjadi Belgia. Mengutip dari penelusuran CNN di kota Moleenbek, Belgia, kota yang dihuni sekitar 90 ribu orang dan 80% diantaranya memeluk agama islam menemukan fakta bahwa marjinalisasi dan diskriminasi terhadap muslim di Moleenbek setidaknya menyumbang besar bagi radikalisme Belgia. Abdelhamid Abbaoud sang dalang serangan di Perancis pada November tahun lalu yang menyebabkan 130 orang tewas, banyak merekrut anggotanya di Moleenbek. 

Umat islam di Belgia banyak berdatangan dari timur tengan dan telah menjadi warga Negara Belgia selama beberapa generasi. Meski sudah beberapa generasi menjadi warga Negara Belgia namun kesan “keterasingan” masih saja terlihat. Sehingga ketika para pemuda melihat apa yang terjadi di Suriah, mereka mendapat inspirasi untuk bergerak maraih hak-haknya dengan cara yang salah, selain itu juga memudahkan para perekrut gerakan radikal dalam melakukan rekruitmen anggota.

Dikutip dari majalah Tempo, Sara Silvestri, seorang Profesor spesialis agama dan politik dari City University London. Menurutnya larangan tersebut akan memberi alasan untuk Al Qaeda atau ISIS untuk melakukan serangan kembali, dengan dalih bahwa barat melakukan diskriminasi terhadap warga muslim. Perancis harus segera mencari jalan keluar lain dalam menghadapi permasalahan ini, bisa dengan cara-cara yang lebih konstruktif tanpa merugikan pihak-pihak yang tidak bersalah.

Wallahua'alam

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline