Lihat ke Halaman Asli

Jaran Kepang dan Pengamen Jalanan

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1360917748188530639

Sesuai namanya, Jaran Kepang artinya kuda-kudaan dari kepangan bambu. Dalam pertunjukkan penari bakal terus menunggang kuda tersebut dan bertingkah seolah-olah si jaran kepang hidup. Awalnya semua menari teratur dan bergoyang seperti kuda mengikuti ritme musik. Setelah beberapa saat, mendadak penari  kesurupan dan mulai seperti kerasukan kuda. Mereka berlari, melompat, dan berperilaku sama dengan kuda. Begitulah singkat cerita kesenian ini.

Sekarang kesenian jaran kepang tak nampak rupa sebagai hiburan rakyat lagi. Dengar-dengar banyak grup kesenian jaran kepang terpaksa bubar. Ya mau gimana lagi, wong tidak ada yang mau nanggap kesenian ini. Dan tongkat estafet itu kemudian di pegang pengamen jalanan. Mereka yang masih cinta dengan kesenian ini kerap memainkan jaran kepang sebagai lahan mencari uang. Tak jarang aksinya ini hanya bisa memperoleh imbalan uang recehan. Siapa yang mau peduli “pengamen”. Sungguh tragis nasib keduanya. Jaran kepang dan pengamen jalanan.

Saya sendiri berpendapat bahwa pengamen tersebut pantas disebut pahlawan. Mengapa? Mereka telah memperjuangkan kesenian khas asli Indonesia yang terseok-seok mencari penghidupan di negerinya sendiri. Karena seharusnya kesenian tersebut muncul dan tercipta sebab kerinduan akan penghiburan dari warga masyarakat, bukan untuk mencari uang. Coba kita merenung sejenak. Mengapa Malaysia berkali-kali mengakui budaya kita sebagai budayanya? Itu akibat kita lalai merawat budaya sendiri. Masih untung ada pengamen yang bersedia merawat dan terus membangun memori kolektif akan kesenian tersebut. Patutnya kita berterima kasih kepada mereka.

Saya juga berharap pemerintah mau turun tangan dalam hal ini. Setidaknya ada penghargaan kepada pengamen jalanan tersebut. Itu harga yang pantas mereka dapatkan karena telah mendedikasikan seni sebagai jalan hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline