Lihat ke Halaman Asli

Polisi Tidur, Aman kah?

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oke..oke Poldur..Kau membuat kepalaku slalu kejedot..

Setelah  sekian lama saya tinggal di Depok pas perbatasan  kawasan Cijantung, Jakarta Timur akhirnya saya luapkan kekesalan atas kondisi daerah itu lewat Kompasiana.

Gimana ga kesel, setiap lewat situ, poldur berjejer mulai dari kawasan cijantung hingga kelapa dua Depok. awalnya sih saya menganggap poldur itu untuk keamanan, karena memang daerah tersebut kawasan sekolah, perkantoran, dan perumahan. Bayangkan (jangan lama-lama ya..hihi) angkutan umum kawasan tersebut berbeda dengan angkutan lainnya yang sering kita jumpai. jika saya berpergian, biasanya saya harus naik mobil pribadi yang dijadikan angkot, bentuknya jadul, reot, pendek namun sangat berguna. Karena kebanyakan mobil tsb pendek, dan saya tinggi, tiap lewat situ slalu saja kejedot..mau marah ga enak sama pak supir. “Poldurnya nih mba, jangan marah ke saya dong” kata seorang supir yang pernah saya tegur jika saya kejedot.

Dan saya dikendalikan pleh emosi saya, marah dan kesal. Kenapa sih perlu ada polisi tidur yang tiap 20-30 meter pasti ketemu.. “Ra, pernah ga lo ngitung nih poldur? banyak bener deh” cetuk seorang teman saya saat mengantar saya pulang. “Hadeeeh, yang ada gw kesel tiap kejedot, ga kepikiran juga ngitungin tuh poldur” jawab saya.

Lalu saya penasaran, wajib ga sih nih sebenernya Poldur atau dalam keputusan menteri disebut alat pembatas kecepatan itu? oke jika wajib, tapi perlukah sebanyak itu? Ampun deh, kasihan kan pengendaar motor dan mobil yang berkopling? capek chiin J , apa hanya karena kawasan Loreng?

Memang sih ada kejadian kecelakaan, yaitu anak sekolah yang tertabrak (termasuk adik saya jadi korban kecelakaan saat 10 tahun yang lalu) dan ada juga pengendara motor yang jatuh akibat dari poldur yang tak terlihat atau mungkin saja sang pengendara terlalu ngebut.

Tapi yang masih mengganggu yaitu POLDURnya terlalu banyak L kenapa ga dipasang saja peringatan yang lain. Padahal kan Poldur itu harus mengikuti prosedur yang sudah ada, KeputusanMenteri PerhubunganNo 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan, di mana sudut kemiringan adalah 15% dan tinggi maksimum tidak lebih dari 150 mm.

Sayang di kawasan itu poldurnya tidak seperti aturan yang ada, hanya dua polisi tidur yang mengikuti standar keputusan menteri.

Saya kutip Wikipedia:

Ketinggianpolisi tidur diatur agar tidak membahayakan pemakai jalan karena ketinggian daripolisi tidur berkaitan dengan saat melintas maka beban dan berat tubuh bagian atas akan membuat stres signifikan pada struktur tubuh yang rendah dibagian punggung,yang dapat menyebabkan adanya risiko cederaatau berisiko tinggi bagi para penderitaosteoporosis.

Dan, waw ternyata ada juga kan dampak negatif dari poldur ini? aduuh gimana kalo ada ibu-ibu yang hamil? apalagi kalau di lingkungan rumah saya, jika ada yang sedang renovasi rumah, dan masih ada sisa tanah dan semen, mereka langsung membuat poldur di depan rumahnya. aduuuh menyebalkan.. mereka tidak tahu apa kalo ada aturannya?? pembuatan polisi tidur sebagai alat pengendali dan pengaman pengguna jalan tidak sembarang orang bebas melakukannya. Harus melalui ijin dari pihak berwenang. Aturan disebutkan pada Pasal 28 ayat (1), “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan”. Ayat (2), “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)”.

Ketentuan pidana bagi yang melanggar Pasal 28 ayat (1) dan (2) diancam hukuman pidana sebagaimana diterangkan dengan rinci pada Pasal 274 ayat (1) dan (2). Dan Pasal 275 ayat (1) dan (2) UU Nomor 22 Tahun 2009.

Teman-teman yang lain, ada yang tau ga poldur berdampak buruk bagi kesehatan?

trims… :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline