Lihat ke Halaman Asli

Yuk Kita Ekspor Indonesia, Sekalian!

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Puluhan tahun, bahkan mungkin ratusan tahun, kita mengekspor Indonesia. Selama itu pula, kita bangga mengekspor Indonesia. Indonesia adalah eksportir. Indonesia adalah negara kaya raya dengan sumber daya alam. Indonesia bisa mengekspor banyak sekali sumber mineral dan komoditi, yang mungki tidak ada di negara lain. Yuk, kita ekspor Indonesia. Mungkin begitu slogannya.

Sayang, kita lupa dan terlena. Negara asing lah justru yang berpesta berkat kebijakan ekspor Indonesia, terutama sejak rezim orde baru berkuasa. Bahan bahan mentah yang luar biasa banyak, dengan kandungan amat berharga, beralih tempat dari Indonesia ke negara lain, dengan harga seadanya. Padahal bahan bahan itu, jika diolah nilainya bisa berkali lipat, puluhan kali lipat, bahkan ratusan kali lipat. Selama puluhan tahun, kita terlena. Negara asing jauh lebih pintar dan menikmati keuntungan besar.

Mereka lebih pintar lagi karena ternyata, bahan bahan mentah itu diolah menjadi produk yang kemudian dijual kembali ke Indonesia. Pasar yang kian kemari, makin besar dan menggiurkan. Indonesia adalah surganya konsumen. Orangnya banyak, daya belinya terus meningkat. Begitu menggoda.

Dulu, bahan baku kayu dengan leluasa keluar Indonesia, baik secara legal maupun ilegal. Kayu kayu mahal, termasuk rotan, diekspor begitu saja dan diserahkan ke negara lain untuk diolah. Dulu, bahan bahan baku mineral termasuk emas, perak, tembaga, nikel, bauksit dll, yang harganya mahal, diekspor begitu saja, tanpa diolah terlebih dahulu. Padahal, negara negara importir sudah menatap penuh kebahagiaan dapatkan bahan mentah itu dari negara kita. Bahan mentah mahal itu, diolah sedikit saja nilai tambahnya bisa 10 kali lipat. Diolah lebih jauh, bisa 30 kali lipat. Olahan lebih modern lagi, bisa sampai 60 kali lipat nilainya. Diolah dengan nilai seni, nilainya tak terhingga. Konsumennya, sebagian adalah orang Indonesia.

Beruntunglah sekarang. Tak ada kata terlambat. Pemerintah sejak satu dekade lalu, sudah melarang ekspor kayu mentah. Sekarang, pemerintah dan DPR meski disambut dengan protes sejumlah kalangan, melarang ekspor bahan mentah mineral alias sumber daya alam. Protes dari kalangan industri antara lain karena tidak siap. Padahal, aturan ini sudah disosialisasikan sejak 5 tahun sebelumnya. Alasan lainnya, akan terjadi PHK besar besaran jika perusahaan tambah dilarang ekspor bahan mentah. Semua alasan dikemukakan. Padahal, selama itu pula, kekayaan Indonesia diekspor ke luar negeri, tanpa nilai tambah apapun.

Secara logika, memang akan jauh lebih menguntungkan jika bahan baku milik Indonesia itu diolah terlebih dahulu, sehingga memiliki nilai tambah. Selama ini, kita cenderung malas melakukan produksi agar tercipta nilai tambah. Memang butuh waktu, tenaga, pikiran dan dana yang lebih besar. Sedangkan, mengekspor langsung bahan baku, amat mudah. Tinggal keruk, masukkan ke truk lalu kontainer, langsung kirim. Minim biaya. Keuntungan hanya diperoleh para pengusaha tambang, namun tidak memberikan keuntungan tambahan buat pihak lain termasuk negara. Apalagi dampak dari penambangan sungguh sangat negatif, karena rusaknya lingkungan.

Yuk ah lebih positif dalam menyikapi berbagai hal. Mau diajak lebih baik, mau diajak maju, kok malah diprotes sana sini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline