Seumur-umur baru kali ini saya mengucapkan alhamdulillah, puji syukur kepada Allah, ketika BBM akan dinaikkan. Sebelumnya, saya selalu merasa resah setiap kali BBM mau naik. Kenapa? Karena selama ini, setiap kenaikkan BBM pasti akan menyebabkan kenaikan berbagai hal. Dan kenaikan BBM itu dilakukan secara merata. Anak, tua, miskin dan kaya merasakan hal yang sama. Mirip seperti prinsip kaum sosialis, sama rata sama rasa. Tapi, bedanya, di negara kita kondisi ekonomi orangnya jauh berbeda-beda.
Nah, kali ini BBM akan dinaikan hanya untuk orang kelas menengah ke atas saja. Subsidi yang selama ini dinikmati kelompok ini dirasakan tidak adil. Padahal, subsidi seharusnya diberikan kepada masyarakat miskin. Tidak untuk orang non miskin. BBM subsidinya nauzubillahiminzalik besarnya. Besar banget. Lebih dari Rp 200 triliun. Masya Allah itu uang yang banyak sekali. Bisa dimanfaatkan untuk membangun ibukota pemerintahan baru, bisa untuk bangun rel kereta di Sumatera, Kalimatan, Sulawesi dan Papua, bisa untuk bikin jalan-jalan se-Indonesia menjadi lebih bagus, bisa untuk bangun bandara dan lain lain.
Sayang banget kalau uang itu hanya dipakai untuk bermacet-macetan di Jakarta dan kota besar lainnya, yang ngabisin bensin setiap hari Rp triliunan rupiah! Hati kecil dan logika saya mengatakan, “Hanya orang gila yang masih tetap memberikan subsidi untuk kelas menengah, yang ngabisin subsidi itu untuk bermacet-macet ria.” Kebangetan, keterlaluan. Sama sekali tidak adil.
Anehnya, orang gila itu ternyata masih saja ada, dengan berbagai dalih. Pemerintah jadinya serba salah. Mau dinaikkan salah, tidak dinaikkan juga salah. Alasannya beragam. Kalau dinaikkan, rakyat tambah menderita. Kalau dinaikkan, hanya menguntungkan sekelompok orang. Jika dinaikkan akan berdampak buruk pada beberapa hal. Andai dinaikkan, maka penyelundupan bakal marak. Dan lain sebagainya.
Seharusnya para ahli, pakar, yang memang netral, membandingkan secara adil dampak dari kondisi sekarang dengan berbagai kondisi kalau dinaikkan. Mana lebih buruk, hilang Rp 200 triliun subsidi tidak jelas, dengan penyelundupan? Subsidi hilang Rp 200 triliun adalah pasti, jika BBM subsidi untuk kelas menengah atas tidak dicabut. Sedangkan penyelundupan, saya yakin seyakin-yakinnya tidak akan mencapai Rp 200 triliun. Apalagi kalau hukum dijalankan cukup 50-75%-nya saja. Hukum kita kan sulit ditegakkan. Kalau berharap 100%, namanya mimpi. Cukup deh penegakkan hukum untuk penyelundupan 50%-nya saja berhasil.
Begitu pula kebocoran dan kesalahanan penyaluran dana subsidi hasil dari penghematan subsidi BBM. Mana yang lebih banyak, hilang Rp 200 triliun yang sudah pasti itu jika BBM subsidi tidak dinaikan untuk kelas menengah atas, dibandingkan dengan ketidaktepatan penyaluran dana kompensasi? Saya haqqul yaqil, angkanya kesalahannya tidak akan sampai sebesar Rp 200 triliun atau yang setara dengan pengurangan subsidi yang akan dijalankan. Kalau penyalurannya keliru, kita anggap saja kelirunya 50%. Maka nilai kekeliruannya tidak akan lebih besar dari bodoh dan tidak adilnya kondisi sekarang, karena subsidi BBM dinikmati oleh kelompok menengah ke atas.
Saya heran kalau buruh pada 1 Mei mendatang mau menolak kenaikan BBM untuk kelas menengah atas. Buruh berada di pihak mana? Hei buruh atau petinggi-petinggi kelompok buruh, kenaikan BBM untuk kelompok menengah itu adalah harus, keharusan. Agar subsidi lebih adil. Agar pembagian dan peruntukkan dana negara lebih adil. Kalau buruh memang mendukung orang miskin, seharusnya kenaikan harga BBM untuk kelas menengah atas didukung. Bukan sebaliknya. Efek tidak dinaikkan memang menyamankan seperti sekarang. Tapi ini namanya jebakan zona nyaman. Nyaman tapi sesungguhnya menjerumuskan. Sedangkan kalau dinaikkan, rasa di awalnya memang tidak nyaman. Tapi efek jangka panjangnya akan membuat lebih baik.
Kalau masih ngotot menolaknya juga, ya memang zaman sudah edan. Gila. Dan keadilan memang sulit ditegakkan di negeri gila ini. Saya yang kelas menengah atas saja, mendukung BBM subsidi dicabut untuk kelompok saya. Biar lebih adil, dan bisa hidup lebih nyaman.
Saya sih dukung penuh kenaikan BBM sebagian untuk kelompok menengah atas.
Sedangkan buat angkutan umum, jangan berani-berani dinaikkan.
Kita pengendara mobil pribadi, sudah selayaknya mendukung angkutan umum yang lebih baik.
*Ditulis dalam suasana geregetan dengan cara berpikir sebagian orang yang katanya pinter!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H