Lihat ke Halaman Asli

Urusan Mobil Dinas, Jokowi “Kalahkan” SBY

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden SBY memutuskan untuk menghentikan pengadaan kendaraan dinas menteri dan pejabat setingkatnya. Keputusan itu diambil SBY untuk menghindari keributan tidak perlu antara pemerintahannya dengan pemerintahan baru. SBY ingin proses transisi kekuasaan berjalan dengan lancar. Beberapa hari lalu, presiden terpilih Joko Widodo tidak setuju dengan pengadaan mobil baru, dan menyampaikannya ke media massa. Hal tersebut langsung menjadi santapan manis buat media massa. Akibatnya, sekretariat negara sempat tersudut, padahal proses pengadaan kendaraan dinas itu sudah diatur oleh peraturan. Bukan keinginan pemerintahan lama. Tapi seolah-olah, pemerintahan lama telah berbuat tidak bijak dengan menghamburkan uang, sedangkan pemerintahan baru pro dengan penghematan.

Menanggapi hal itu, presiden SBY langsung bersikap tegas dengan meminta proses pengadaan kendaraan senilai lebih dari Rp 94 miliar itu dihentikan. SBY menyerahkan sepenuhnya proses pengadaan kendaraan tersebut kepada pemerintahan baru. SBY tidak mau, polemik berkepanjangan seperti kejadian sebelumnya terkait desakan kenaikan harga BBM.  SBY tidak mau, diadu-adu oleh pihak lain, dengan pemerintahan baru. Sebuah sikap yang luar biasa dari seorang kepala negara, yang sudah 10 tahun berkuasa. Sikap mengalah semacam ini sangat penting, dalam menjaga kedamaian dan ketenangan politik. Andai semua pemimpin kita memiliki sikap mengalah semacam ini, saya yakin negeri kita akan lebih damai lagi.

Sikap mengalah SBY juga sangat terukur. Hal yang dipermasalahkan oleh Jokowi tidak terkait langsung dengan urusan perut rakyat, seperti BBM. Pengadaan kendaraan dinas menteri, tidak terkait dengan urusan rakyat. Pangadaan kendaraan itu akan berakibat langsung kepada menteri-menteri baru yang akan menjabat kelak. Apakah menggunakan kendaraan baru atau kendaraan lama, merekalah yang merasakannya. Namun, jika pemerintahan lama tidak melakukan pengadaan seperti diatur oleh peraturan, mungkin saja pemerintahan lama juga akan disalahkan, karena tidak mau memikirkan pemerintahan baru. Beruntung, sekarang sudah muncul dan menjadi perbincangan, sehingga urusan pengadaan itu menjadi terang benderang.

Dalam banyak hal, SBY memang sangat pandai melakukan strategi dalam memimpin bangsa ini. Sikap mengalah semacam ini bukan hanya sekali dua kali dilakukanya. Selama 10 tahun, saya mencatat berkali-kali SBY mengalah untuk kepentingan yang lebih besar. SBY tahu persis mana masalah yang harus dipertahankan sekeras mungkin (seperti kebijakan kenaikan harga BBM) dan mana yang tidak perlu dipertahakan atau bisa dinegosiasikan (urusan pengadaan kendaraan dinas). Jelas terlihat, pemilahan masalah yang dilakukan SBY sangat bijaksana. Ketika dulu berhadapan dengan partai politik anggota koalisi tapi sering mbalelo, SBY juga menerapkan sikap semacam itu. Lentur tapi tegas. Kelihatan lembut tapi sesungguhnya keras. Sering terlihat mengalah, tapi sesungguhnya tinggal menunggu kemenangan.  Pun ketika menghadapi serangan dari DPR. Ketika pemimpin lain kelimpungan menghadapi “ganas”nya para anggota DPR, SBY masih bisa menghadapinya dengan baik. Ada saatnya mengalah, dan ada saatnya keras.

Sikap ini yang membuat SBY mampu bertahan selama 10 tahun, tanpa gejolak berarti. Para tokoh politik, termasuk Jokowi perlu benar-benar memelajari pengalaman SBY selama 10 tahun. Jika tidak, bersiap-siaplah mengalami hal seperti  Presiden Abdurrahman Wahid. Galak boleh, tegas boleh, tapi ingat... sesungguhnya sistem politik kita masih dikuasai oleh para anggota legislatif yang duduk manis di gedung DPR.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline