Lihat ke Halaman Asli

Ali Eff Laman

Penulis Lepas Bebas

Peran Pemerintah dalam Penyediaan Hunian Layak (Eps 2)

Diperbarui: 19 Juli 2022   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi rumah layak huni (Dok. BP Tapera via KOMPAS.com)

Backlog Perumahan

Tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi, namun tidak semua orang memiliki kemampuan secara finansial untuk memilikinya.

Pemenuhan kebutuhan dasar ini terkendala dengan semakin tingginya harga hunian hingga tak terjangkau oleh masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah. 

Secara umum tantangan penyediaan hunian di wilayah perkotaan adalah land limitation atau lahan terbatas, populasi tinggi, dan kenaikan harga konstruksi. 

Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hingga 30 September 2021, angka backlog perumahan di Indonesia atau kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan mencapai tidak kurang dari 11 juta unit.

Backlog Rumah adalah salah satu indikator yang digunakan Pemerintah sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) terkait bidang perumahan untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia. 

Backlog rumah dapat diukur dari dua perspektif. Pertama, backlog rumah dari perspektif kepenghunian, mengacu pada konsep perhitungan ideal: 1 keluarga menghuni 1 rumah.

Konsep menghuni dalam perhitungan ini merepresentasikan bahwa setiap keluarga tidak diwajibkan untuk memiliki rumah, tugas pemerintah memfasilitasi/mendorong agar setiap keluarga bisa menghuni rumah yang layak, dengan cara sewa/kontrak, beli/menghuni rumah milik sendiri, tinggal di rumah milik pemerintah (rumah dinas) ataupun milik kerabat/keluarga selama terjamin kelayakannya.

Kedua, backlog dari perspektif kepemilikan yaitu berdasarkan angka home ownership rate /persentase rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri. Sumber data dasar yang digunakan dalam perhitungan ini adalah dari data survei BPS. 

Dalam hal ini fokus utamanya tidak berorientasi terhadap kelayakan hunian. Artinya, sekalipun hunian tidak memenuhi syarat keselamatan bangunan, dan kecukupan minimum luas bangunan, serta kesehatan penghuni, sepanjang merupakan bentuk kepemilikan maka dihitung sebagai pengurangan backlog perumahan.

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta, angka backlog merujuk pada hasil survei BPS. Menghitung jumlah properti yang ada dibandingkan dengan jumlah keluarga, DKI Jakarta kekurangan 302.319 unit hunian. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline