Lihat ke Halaman Asli

Membuat Noken di Pedalaman Papua

Diperbarui: 15 Juni 2016   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu Guru Noviana. Dok Pribadi Fronika Simarmata.

Kalau saat ini saya diminta untuk menyebutkan keunikan-keunikan yang berhubungan dengan budaya yang ada di PAPUA, maka saya akan katakan Koteka (pakaian adat laki-laki), sally (pakaian adat perempuan), Toweri (Topi yang terbuat bulu burung Cendrawasi), budaya bakar batu, rumah honai dan noken. Nama-nama yang saya maksud di atas adalah budaya di pegungan tengah Papua terkhusus di Kabupaten Lanny  Jaya. Oh iya satu lagi, bentuk pulaunya yang sangat berbeda dengan pulau lain yang ada di Indonesia. Nuansa burungnya itu lho, unik banget!

Dari banyaknya keunikan di atas, maka saat ini saya bercerita tentang yang paling terakhir saya ucapkan di atas yang tak lain adalah Noken. Hmmm…Noken itu apa ya? Barangkali sudah ada yang tahu ya. Noken adalah salah satu kerajinan tangan dari daerah Papua yang mulai mendunia. Dengan ini UNESCO menetapkan noken menjadi milik komunitas kebudayaan dunia dengan PAPUA sebagai pijakannya. Hal ini ditetapkan pada 4 Desember 2012 lalu. Sederhana namun bernilai tinggi dan memiliki banyak manfaat.

Dari pengalaman kami mengabdi di Papua tahun lalu menjadi saksi atas ketertinggalan kemampuan dari segi kognitif anak-anak Papua. Banyak point yang menjadi sebab ketertinggalan ini meliputi akses yang masih sulit, tenaga pengajar yang berjiwa melayani yang masih minim dan juga asupan gizi yang masih kurang. Padahal jika dilihat dari segi semangatnya, wow mereka-mereka itu adalah anak-anak yang  penuh semangat. Demikian juga dari segi kreatifitas dan ketekunan, mereka ini juara “satunya”. Anak-anak kecil saja yang masih berumur 6 tahun telah belajar membuat noken.

Demikian juga dengan ibu yang satu ini, namanya ibu guru Noviana Tarigan. Ibu guru ini adalah guru SM3T yang berasal dari Medan yang ditempatkan di SMP N 4 Tiom Kabupaten Lanny Jaya Papua. Tidak mau kalah dengan anak-anak kecil yang menoken itu, Ibu guru ini juga belajar membuat noken. Hanya dalam waktu yang singkat, Ibu guru ini telah bisa merajut noken yang bisa dipakai sebagai tas, sebagai tempat HP, sebagai dompet, dll. 

Selain ibu guru ini dari 56 guru SM3T yang ditempatkan di Lanny Jaya, banyak yang bisa membuat noken tersebut. Ada Elfrida Simanjuntak, Marta H Pasaribu, Bellina Siburian, Rosalina Gultom, Rani Situmeang, Kirana Silaban, Jenopa Pardosi, Monica Sirait, bahkan laki-laki juga bisa. Selain mengajari anak-anak, secara tidak langsung para ibu/bapak guru ini juga turut melestarikan kebudayaan papua.

Mama-mama membuat noken. www.antaralampung.com

Dok. Pribadi. Fronika Simarmata

Bagi saudara/saudari di Papua, noken ini merupakan barang yang memiliki banyak manfaat. Bapak gembala memakainya sebagai tempat alkitab untuk ke gereja, Mama-mama memakainya sebagai tempat barang dagangan ke Pasar bahkan juga alat untuk menggendong anak, anak-anak memakainya sebagai tempat buku dan alat tulis ke sekolah. Kelebihan noken ini adalah kuat sehingga tahan lama karena terbuat dari akar tumbuhan yang dipintal (noken asli). Namun semakin berkembangkanya pola fikir mereka, telah banyak juga mama-mama bahkan para remaja yang membuatlah dari benang yang dijual dikios dengan pilihan warna yang banyak. Sehingga mereka juga sudah bisa memvariasikannya.

Dokumentasi anak-anak memakain Noken. dok. beproufindonesia.com

Noken untuk menggendong bayi

Bahkan sesampai di Medan pun beberap ibu guru itu masih melajutkan rajutannya membuat noken. Semoga  ke depannya noken semakin jaya, Papua semakin jaya. Mari lestarikan Warisan Papua.

Horas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline