Lihat ke Halaman Asli

Arnold Yigibalom dan Elvis Yigibalom

Diperbarui: 10 Mei 2016   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siswa Kelas 1 SD YPPGI Nokapaka Lanny Jaya, Papua

Anak gunung. Ya, anak gunung. Saya senang memanggil mereka dengan sebutan itu sebab mereka tinggal di puncak-lembah pegunungan tengah bagian timur Indonesia. Kedua anak ini adalah siswa kelas 1 di sekolah kami yang tak lain lagi SD YPPGI NOKAPAKA. Sekolah ini terletak di Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Kabupaten ini adalah daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Jaya Wijaya. Beginilah kondisi mereka ke sekolah. Sederhana sekali bukan?

Kedua anak ini bernama Elvanus Yigibalom (kiri) dan Arnold Yigibalom (kanan). Rumah mereka berjarak 200 meter dari sekolah. Jadi, bagi mereka sekolah merupakan tempat belajar sekaligus tempat bermain. Badan tanpa seragam, pundak tanpa tas, dan kaki tanpa sepatu bukanlah menjadi bagi mereka untuk datang ke sekolah. Demikian juga denganku, bagiku kehadiran mereka ke sekolah adalah hal yang paling penting tanpa harus memaksakan mereka berpakaian rapi dan membawa peralatan tulis yang lengkap.

Dari segi usia, Elvanus Yigibalom sebenarnya belum memenuhi syarat untuk sekolah di SD namun dia ingin sekali tetap disamakan dengan teman-teman yang lain. Dia ingin belajar. Namun terkadang, dia jadi penghalang bagi teman-temannya oleh karena keributannya. Jadi, kalau sudah kira-kira dia bosan belajar saya menyuruhnya terlebih dahulu keluar yang penting sudah ada pelajaran yang telah diselesaikannya.

Beda lagi kebutuhannya dengan Arnold Yigibalom.  Dia adalah anak yang berkebutuhan khusus. Dia adalah anak yang tunarungu dan tunawicara. Selain itu, dia juga anak yatim sedangkan ayahnya pun selalu sibuk untuk bekerja. Pertama sekali diperhadapkan dengannya, aku sangat sulit untuk mengajarinya. Ternyata, seiring berjalannya waktu semuanya jadi terasa mudah. Aku tidak menganggapnya siapa-siapa lagi. Dia adalah bagianku. Dia adalah anakku. 

Ada sebuah cerita unik ketika proses belajar dan mengajar di kelas berlangsung. Saat itu, kami sedang belajar menggambar. Selesai membagikan kertas dan alat-alat tulis kepada anak-anak dan menjelaskan tugas mereka, seperti biasa saya akan menjelaskan lagi secara khusus kepada Arnold dengan menggunakaikan bahasa tubuh. Selesai menjelaskan, dia pun mulai memegang pensilnya sembari memperhatikanku. Saya pun heran. Dalam pikiran saya “ini anak kok liat-liat saya ya?”. 

Saya pun berpindah tempat untuk mengawasi anak-anak yang sedang asyik menggambar namun Arnold tetap memperhatikan saya. Ternyata, setelah saya sampai di mejanya, dia sedang menggambar burung cendwarasih yang ada di baju saya. Saya kaget sekali melihat hasil gambarannya benar-benar seperti burung cendwarasih. Saya memeluknya dan mendoakannya pada saat itu sebab saya melihat perkembangan yang luar biasa darinya. Memang benarlah bahwa di dalam setiap kelemahan tersimpan sepuluh kekuatan jika ada yang menggalinya baik diri sendiri maupun orang lain.

Benda yang mereka pegang pada foto diatas, mereka sebut Roda. Benda ini adalah benda yang mereka pakai untuk bermain. Untuk membuat mainan ini, mereka pergi ke hutan dulu untuk mengambil tumbuhan yang sedikit elastis. Hmmmm….saya lupa pula namanya namun tumbuhan itu panjang dan diameternya sekitar 2 cm. 

Kemudian mereka melepaskan daunya dan membentuk lingkaran. Dengan membutuhkan 8-10 tumbuhan, roda pun sudah selesai. Setelah itu, mereka akan mencari lagi kayu yang berbentuk L yang digunakan sebagai alat untuk mendorong roda tersebut sehingga mereka akan berlari dan mendorong roda tersebut. Inilah kesukaan bagi mereka. Mereka yang menciptakan sekaligus yang menikmati hasilnya.

Hal kecil bisa menjadi stimulus tawa yang lebar. Pada dasarnya mereka adalah anak-anak yang kreatif, semangat, dan memiliki sejuta harapan. Hanya saja, mereka masih kecil dan sangat membutuhkan seseorang yang rela memberikan diri bagi mereka untuk senantiasa membimbing mereka di dalam perkembangan mereka. Satu jiwa dapat menyelamatkan beribu jiwa yang lain seiring berjalannya waktu. Keoptimisan di dalam doa tentunya menjadi senjata yang ampuh.

Salam….

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline