Kenapa manusia berkehendak untuk berbicara berniat berkata dan berucap, tentu jawabannya adalah karena mereka memiliki mulut yang berperan untuk mengeluarkan bunyi-bunyian dari pita suara. Jawab ini barangkali sama sekali tidak ilmiah sekaligus tidak menarik untuk dikaji secara epistimologis.
Tujuan manusia berbicara sangat beragam dan bergantung pada konteks serta situasi yang sedang berlaku saat itu. Namun, secara umum, tujuan utama orang berbicara adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi ini bisa bertujuan untuk menginformasikan, memberikan informasi baru, menjelaskan suatu konsep, atau menyampaikan fakta. Selain itu, bisa mempengaruhi, membujuk atau bahkan mengubah pikiran orang lain untuk kepentingan tertentu misalnya memberikan perintah, mengendalikan situasi sama halnya dengan mengatur orang lain.
Ada insan lain yang sekedar hanya berniat untuk mengekspresikan emosi supaya didengar oleh orang lain bukan dalam kebutuhan membangun atau memperkuat hubungan sosial.
Seseorang dalam kondisi dan situasi yang berbeda mengucapkan kata yang sama akan memiliki makna yang jauh berbeda. Lebih jauh dari maksud pengucap adalah para penafsir atau penerjemah yang masing-masing memiliki latar belakang sosial berbeda. Sekedar contoh; Seseorang bertanya apa rokokmu?, kalau kalimat tanya ini diucapkan ketika dia sedang tidak membawa rokok maka artinya bisa saja ia hendak meminta rokok yang sesuai selera atau setidaknya bisa ia nikmati sebagai alternatif rokoknya yang tidak dibawa. Kalimat tanya yang sama diucapkan bila ia sedang bersama teman di hadapan kasir retai modern maknanya adalah ia ingin membelikan rokok untuk temannya agar tidak salah jenis.
Makna suatu kata bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mayoritas dapat dijelaskan dari aspek sosiologi. Faktor lain adalah konteks, kata yang sama bisa memiliki arti berbeda tergantung pada kalimat atau situasi penggunaannya. Misal: "Bank" bisa berarti tempat menyimpan uang atau sapaan untuk lelaki yang lebih tua.
Kata yang sama bisa memiliki nuansa yang berbeda, misalnya formal atau informal, positif atau negatif. Contoh: "Anak" bisa berarti keturunan secara biologis, atau bisa juga digunakan untuk merujuk pada anggota organisasi (anak cabang). "Duduk" bisa berarti pokok dalam kalimat "duduk persolan", atau penjajahan dalam kalimat "pendudukan negara" dan atau menetap dalam kalimat "penduduk setempat".
Setiap kata memiliki sinonim (kata dengan arti yang sama) dan antonim (kata dengan arti berlawanan). Penggunaan sinonim dan antonim bisa memberikan variasi dalam bahasa dan memperkaya makna suatu kalimat. Makna denotatif adalah makna sebenarnya atau kamus dari suatu kata, sedangkan makna konotatif adalah makna tambahan yang terkait dengan emosi, perasaan, atau pengalaman pribadi. Contoh: Kata "rumah" memiliki makna denotatif sebagai bangunan tempat tinggal, tetapi juga memiliki makna konotatif sebagai tempat yang nyaman dan aman.
Dalam satu sisi penerjemah harus bisa menjelma menjadi penulis atau pengucap satu kalimat agar dapat menerjemahkan secara akurat sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu dan memberi pengertian kepada penerjemah lain yang berbeda. Alhasil, penerjemah yang baik bukan diukur dari akurasi dengan kaidah atau kamus bahasa akan tetapi yang lebih bisa memahami kondisi dan situasi kontek penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H