TIPS MENYAPIH ANAK DARI GADGET
https://islami.co/menyapih-anak-dari-gawai-mungkinkah/
Oleh: Rijal Mumazziq Z
Ini bukan kisah Ram Shankar Nikumbh yang mendidik Ishaan Awasthi dalam film cerdas "Taare Zameen Par", atau Ranchodas Shamaldas Chanchad yang inspiratif dalam film "3 Idiots", tetapi ini tentang seorang pendidik, masih dari India, bernama Sugat Mitra.
Mitra memang menjadi mitra belajar yang baik bagi bocah-bocah yang tak punya akses di bidang pendidikan. Ia membuat eksperimen di pedalaman India. Di sebuah desa terpencil di mana pendidikan adalah sesuatu yang mewah, Mitra meletakkan sebuah komputer aktif lengkap dengan akses internet berkecepatan tinggi. Ia meletakkan CCTV untuk mengamati polah tingkah bocah-bocah menghadapi benda asing bernama komputer, sekaligus membuat catatan waktu tentang respon dan adaptasi bocah-bocah ini.
Hasilnya, dalam sekian waktu, seorang anak yang sama sekali awam teknologi, tidak hanya bisa mengoperasikan komputer, melainkan bisa berselancar di dunia maya sekaligus mengajar kawan-kawannya. Ia dengan otodidak mempelajari sesuatu hal. Dengan keistimewaan yang dimiliki, seorang anak bisa dengan cepat merespon, beradaptasi, lalu mengembangkan rasa penasarannya hingga belajar dengan cepat dan menularkan ilmunya kepada jejaringnya.
Mitra melakukan eksperimen ini karena ia yakin seorang anak memiliki kemampuan mengajar dirinya sendiri. Seorang anak, dengan kepolosan jiwanya belajar banyak hal, sekaligus menularkan semangat dan kegembiraan kepada sekitarnya tanpa tendensi apapun. Ya, setiap anak itu istimewa. Caranya belajar, metodenya berkomunikasi dengan lingkungan dan komunitasnya, semua tumbuh secara manusiawi dan alami.
Apa yang dialami Mitra beberapa tahun silam juga dialami oleh orangtua di rumah. Bukan lagi remaja, melainkan anak-anak dan bahkan balita kini sudah canggih mengoperasionalkan gadget alias gawai. Menurut psikolog, idealnya, seorang anak baru boleh mengoperasikan gawai sebenarnya pada kisaran usia 12-15 tahun. Tapi realitasnya, saat ini bahkan balitapun bisa mengoperasikan benda berteknologi tinggi itu.
Sebagai orangtua, kita memang tidak bisa melarang anak bermain dengan gawai. Sebab, hari ini, jika anak dilarang mengoperasikan gawai di rumah, niscaya dia akan keluar rumah dan mencari alternatif dengan cara apapun: meminjam teman, dan sebagainya. Justru ini malah berbahaya, sebab anak bisa mengakses apapun tanpa diketahui orangtuanya.
Lantas bagaimana sebaiknya sebaiknya orangtua menghadapi perkara seperti ini. Pertama, membatasi alias memenej dengan baik penggunaan gawai. Misalnya, setiap hari anak dijatah maksimal menggunakan gawai selama 2 jam, baik secara terus menerus maupun dibatasi dalam beberapakali pemakaian. Melalui pembatasan waktu ini, orangtua tetap memberikan kesempatan kepada mereka untuk bermain dengan benda teknologi tersebut.
Hal ini juga bermakna orangtua siap mengontrol penggunaannya. Sehingga anak tetap bisa dipantau. Kalaupun orangtua membelikan gawai kepada anaknya, maka yang paling penting gawai tetap "dikuasai" oleh orangtuanya, bukan diserahkan sepenuhnya kepada anaknya.