Lihat ke Halaman Asli

Pertemuan aktifis di Cikini: Bangkitnya kembali gerakan reformasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tadi ikut kumpul-kumpul di Kafe Daun, Cikini, depan TIM, kebetulan dekat rumah. Diselenggarakan teman-teman Alumni UI (Iluni UI), dengan panel para aktifis mahasiswa 1998 dari UI, UGM, dan UNJ (dulu IKIP Jakarta) serta sesepuh Iluni UI.

Para panelis ini orang-orang hebat yang secara langsung bertanggung-jawab atas tumbang-nya rezim korup Orde Baru dengan pendudukan gedung DPR/MPR.

Acara saling berbagi pandangan tentang masalah bangsa saat ini. Turut berbicara mulai dari yang paling muda, siswa SMU, sampai yang paling sepuh.

Pada pertemuan ini mahasiswa 2015 didorong untuk aktif mengkritisi kondisi bangsa, mempelajari dan mendiskusikan keadaan saat ini, untuk kemudian menentukan sikap dan aksi-nya. Mahasiswa didorong untuk memikirkan rakyat, memikirkan penderitaan dan kesulitan rakyat, dan memperjuangkan kepentingan rakyat.

Pertemuan ini juga menyatakan dukungan kalangan menengah, bagi seluruh gerakan mahasiswa di seluruh Indonesia.

Bagi mahasiswa 1998, pada dasarnya diskusi ini menandai panggilan untuk kembali berkumpul, berorganisasi, karena jalannya pemerintahan dinilai sudah melenceng jauh dari cita-cita reformasi dan mengarah pada pemerintahan otoriter karena supremasi hukum sudah runtuh oleh koruptor dan mafia hukum.

Ditengah pertemuan dikabarkan konfirmasi kenaikan harga BBM berlaku mulai jam 24.00, yang disambut oleh tepukan tangan ironi dari para peserta.

Para mantan mahasiswa dinilai sebagai kalangan menengah yang pada kondisi penyelewengan kekuasaan, seperti halnya mahasiswa, kalangan menengah harus turut bertanggung-jawab melaksanakan kedaulatan rakyat dan mengembalikan kekuasaan yang korup kejalan yang benar.

Terdapat pandangan seorang mantan aktifis dimana gerakan reformasi perlu melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang tercipta dari komunitas gerakan reformasi, dimana tidak setiap orang harus menjadi pemimpin, perlu ada yang menjadi pendukung dan pemegang fungsi lain. Tidak sekedar menembak penjahat seperti koboy lalu pergi. Namun menimbulkan pertanyaan, bagaimana mewujudkannya, dan mengingatkan fakta bahwa banyak aktifis lama dikemudian hari justru menjadi koruptor.

Pandangan ini berbeda dengan pandangan klasik dari seorang panelis, dimana gerakan mahasiswa dan gerakan kalangan menengah (mantan mahasiswa), harus dibatasi sebagai gerakan moral, dimana setelah penjahat dijatuhkan, koboy harus pergi. Mahasiswa kembali ke kampus, dan mantan mahasiswa kembali pada profesi-nya. Aktifis 1966, 1974, 1998 yang tidak masuk ke dalam pemerintahan dinilai sudah tepat. Pandangan klasik ini menjadi closing statement pertemuan, menyisakan berbagai pertanyaan: kalau sudah tepat mengapa harus berulang kembali di 2015, dan apakah berarti setelah gerakan 2015 harus ada gerakan lain ?

Pertemuan kali ini memang tidak ditujukan untuk membentuk sintesa dari berbagai pandangan, melainkan secara simbolis menandai bangunnya kekuatan reformasi kalangan menengah Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline