Check out aku, Pak, bisa dibayar pakai Pay Later. Demikian salah satu guyon baru di kalangan pendidik. Mereka merespons wacana perekrutan guru dengan sistem Marketplace Guru.
Lelucon bisa menjadi sarkasme ketika harus memilih takdir. Terutama bagi para guru honorer yang hingga saat ini belum mendapatkan secercah harapan.
Marketplace Guru akhirnya mendapatkan banyak umpan balik negatif. Konsep kebijakannya "mungkin" baik, tetapi penggunaan istilah Marketplace kurang memiliki nuansa pendidikan. Memang, hal ini menimbulkan kesan eksploitasi dan bahkan ada guru yang merasa terhina.
Melalui sistem model checkout oleh sekolah yang disediakan dalam marketplace, akhirnya juga mengundang banyak pertanyaan.
Apa yang terjadi jika kepala sekolah membatalkan checkout guru, apakah harus ditaruh ke troli terlebih dahulu? Apakah tidak ada syarat lain yang dapat melindungi martabat guru?
Pilihan kata Nadiem dalam politik menimbulkan pertanyaan tentang pemahamannya terhadap bahasa dan kepekaannya dalam konteks kebijakan pendidikan.
NILAI 'KESAN' MARKETPLACE
Nadiem Makarim pada 24 Mei 2023 mengusulkan kepada anggota Pansus DPR Istilah atau konsep marketplace guru ini kemudian dikritik oleh Pansus X DPR RI dan berbagai unsur pendidikan.
Pasalnya, secara konseptual, gagasan yang ditawarkan tersebut pada dasarnya telah misleading terhadap hakikat guru itu sendiri.
Guru sejatinya sebagai profesi terhormat yang bekerja di sektor publik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencapai tujuan pendidikan nasional.