Lihat ke Halaman Asli

Irwan Fecho

Pendekarst Sangkulirang

Belajar dari Filosofi Tokoh-tokoh Dunia

Diperbarui: 12 Oktober 2016   02:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stalin Muda // sumber gambar : bbc.co.uk

Dulu saat aku masih berseragam sekolah merah putih aku pernah mengantar teman kelasku ke satu-satunya mantri puskesmas di kampungku karena pelipis mata kanannya sobek dan terus mengeluarkan darah. Sambil menjahit luka temanku dengan santai sang mantri bertanya tentang kejadian sebenarnya sebelum kami tiba di rumahnya. “dia mengolok-olok ayah-ibuku yang ada di rantau dan aku memukul keras tepat di pelipis kanannya” jelasku singkat. 

Sang mantri melanjutkan pekerjaannya dan sampai kami pulang tidak berkata apalagi kecuali meminta kami hati-hati pulang kerumah. Mungkin sang Mantri terkejut dengan jawabanku karena pada kenyataannya yang mengantar temanku yang luka justru orang yang memberinya jawaban mengejutkan.

Sebenarnya pesan yang ingin aku sampaikan dari cerita tersebut bahwa aku sejak kecil sampai dengan remaja adalah pribadi yang mudah bereaksi, emosional, memberontak dan selalu menunjukkan perlawanan. Walau dari cerita itu juga jelas terlihat bahwa aku sejatinya adalah seorang yang setia kawan dan bertanggung jawab.

Tentulah waktu akan memberikan kita manusia kesempatan untuk berubah dan beberapa peristiwa besar dalam hidupku kemudian turut mempengaruhi sikap diriku itu. Aku kemudian berusaha menjadi pribadi pemaaf, mengalah, sabar dan yang lebih penting lagi aku menjadi ikhlas terhadap apapun sesuatu yang menimpa kehidupanku terutama perjalanan hidupku sendiri.

Aku membaca banyak buku-buku tokoh dunia, Gandhi, King, Mandela, Che, Dalai, mereka semua dikenal sebagai pahlawan kebebasan dan kemanusiaan begitupun sebaliknya aku mebaca pula buku-buku tokoh dunia yang dianggap musuh kebebasan dan kemanusiaan, Hitler, Mussolini, Stalin, Lenin, Mao. Mereka semua bagiku adalah guru hidupku. Dan yang utama tentunya sebelumnya aku telah tamat membaca buku sejarah dan keteladanan panutanku baginda rasulullah Muhammad SAW. 

Aku kemudian memahami bagaimana filosofi Mahatma Gandhi melakukan perlawanan tanpa kekerasan. Aku juga belajar dari Luther King bagaimana dia teguh, sabar dan berempati memperjuangkan kebebasan dan keadilan bagi hak sipil warga Afro-Amerika. Dia mengajarkan aku bermimpi dengan metode perjuangan baru yaitu mewujudkan harapan dan keadilan dengan cara halus. Bukan berarti aku berhenti berjuang dan memperbincangkan hal yang serius tapi aku hanya ingin diam saat ini.

Diam tapi tidak hening begitu aku menyebutnya, diam yang diatur dengan baik. Karena bicara banyak pun belum tentu jadi kebenaran bahkan bisa jadi fitnah dan salah paham. Dengan diam  kita akan banyak mendengar, dengan banyak mendengar kita akan banyak berfikir, dengan banyak berfikir, kita akan semakin bijaksana. “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia bicara yang benar, atau diam” bukankah demikian sabda Nabi Muhammad SAW.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline