Bu, aku terkapar dalam kamar. Menelanjangi huruf-huruf itu amatlah sulit. Aku takut akan rotanmu yang tiap kali aku tak mampu menyebutkannya akan bangun dengan sendirinya lalu menebas punggungku hingga panas. Tidakkah kau dengar setiap malam aku menangis kesakitan di dalam kamar dan mengiba obat yang kurindukan bu?. Bukan salahmu bu. Salah negara, salah mereka. Sudah tahu bahwa aku tidak bisa tapi tetap saja dipaksa untuk memahaminya. Otakku sedengkul dan dengkulku sekepala, SONGONG!. Katanya pelbagai cara bisa didengungkan dan dilaksanakan untuk belajar, tapi apa yang mereka lakukan untuk menyanggah pernyataanku yang tidak bisa membaca bu. Aku tahu bu, kau hanya ingin menegarkan anakmu untuk tetap bertahan hidup di antara batu-batu yang tajam di telapak kaki menuju aspal yang halus di tengah kehidupan yang hiruk pikuk. Aku tidak bisa bu, aku bukan pengecut. Aku hanya pejuang yang hasilnya tidak pernah di analisis. Aku hanya seorang yang tidak pandai membaca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H