Lihat ke Halaman Asli

bahrul ulum

TERVERIFIKASI

Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Fadhilatul Fuqoro Ala Hinna

Diperbarui: 1 Februari 2023   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ngaji Ihya di Masjid Agung Brebes (Dokpri)

Ihya juz 4 bab fadhilatul fuqoro ala hinna, dijelaskan oleh KH. Subhan Makmun pada pengajian Ihya Ulumuddin, jika ada orang kaya tapi dunia tidak untuk kemewahan atau bangga, itu kaya tidak berarti, agar fadhila dunianya maka mereka yang mempunyai harta sebagian di tasyarufkan untuk bekal akhirat. 

Shohibul fadhilah itu orang yang mempunyai sifat, punya uang tidak merasa punya uang tapi cukup atas dunia yang diberikan, tidak punya uang juga tidak gelisah. 

Misalkan anda punya sepeda roda dua, lalu diniati belajar ngaji, maka niat e orang tersebut berarti memanfaatkan dunia yang ada untuk mencari ilmu, ini berarti kepemilikan dunia untuk memudahkan mencari akhirat. Kadang juga dunia bisa menjadi penghalang, misalnya anda dalam bekerja tidak ingat pada urusan ibadah, malas beribadah, maka anda itu rugi, harta bendanya tidak selalu mendapatkan doa dari malaikat. 

Ya Allah mereka yang infaq untuk diganti hartanya, berupa sehat fisiknya, tambah ilmunya,  ya Allah mereka yang pelit akan diberikan kesusahan, mau meninggal saja susah, harus ke rumah sakit karena penyakitnya, saat mereka diberikan kesehatan tidak bersyukur atas nikmat yang diberikan. 

Aghniya` (orang kaya) dan Fuqoro` wal Masakin (orang fakir dan miskin) bukanlah sebuah kelas atau kasta dalam masyarakat muslim. Yang keduanya harus diberi sekat atau batasan-batasan tertentu. Akan tetapi dalam prinsip Islam keduanya sama di hadapan Allah SWT, hanyalah ketaatan dan ketaqwaanya yang membedakan keduanya.

Dengan kekayaan dan kemampuannya seorang Aghniya` (orang kaya) membuatnya memiliki peluang yang sangat lebar untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan banyak memberikan solusi bagi pemecahan berbagai penyakit sosial, baik sektor ekonomi maupun sektor moralitas.

Upaya untuk menjemput bola, jangan dijadikan cara yang jelek, contohnya banyak bermunculan kehadiran pondok pesantren, mereka yang paham cara menjemput bola maka akan mendapatkan manfaat dari dana yang diberikan lewat bantuan, padahal sejatinya membangun pondok pesantren itu tidak untuk mencari kebutuhan, tapi untuk mendidik generasi yang akan datang menjadi penerus ilmunya nabi. Bisa bermanfaat untuk kepentingan umat. Bukan sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline