Bicara teknologi, tentunya sangat menarik dibicarakan, kalau mereka yang mahasiswa teknik informatika, komputer, multimaedia dan desain grafis, maka menjadi sarapan pagi ketika mereka belajar teknologi bahkan menjadi mata kuliah wajib diikuti agar paham dan bisa membuat aplikasi ataupun bahasa pemrograman untuk memecahkan beberapa permintaan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Namun bagaimana dengan santri yang berada di pondok pesantren, apalagi santri salaf dan santri modern, pastinya akan berbeda dalam belajar teknologi.
Santri salaf, saat belajar dipondok pesantren mereka tidak diperkenankan membawa handphone, serba dibatasi, kalaupun ada kesempatan sifatnya tidak kontinuitas, hanya terbatas pada hari ataupun jam tertentu, jika belajar teknologi biasanya memanfaatkan sarana dan prasarana dipesantren tersebut, jika sarprasnya terpenuhi maka mereka bisa belajar dengan baik dan pastinya ada dampak ikutannya.
Namun jika sebaliknya, dengan hiruk pikuknya teknologi yang semakin berkembang, terkadang santri di ponpes salaf, baru bisa belajar teknologi saat mereka sudah lulus alfiyah ataupun sudah lulus mualimin mualimat, atau jadi ustad ustadzah yang memberikan pembelajaran kepada adik kelasnya.
Inipun diperbolehkan karena mereka sudah dewasa dan sudah diizinkan oleh pengurus karena sudah tahu memilah dan memilih situs yang benar dan tidak.
Santri modern, tentunya akan berbeda jauh belajar teknologinya, karena mereka disekolah jelas diberikan kesempatan yang sangat luas, untuk mempraktekkan ilmu terapan teknologi, dari mulai belajar jurnalistik, agar bisa membuat berita ataupun naskah jurnalistik yang ditempel dimading pesantren, dan juga diwebsite pesantrennya.
Santri modern difasilitasi kursus microsoft office dan juga teknisi komputer termasuk bagaimana membuat desain yang menarik dengan pelatihan desain grafis, sehingga saat mereka selesai dari pendidikan pesantren, terkadang sudah mahir mengoperasi software komputer, dan melanjutkan jenjang kuliah dengan mengambil jurusan yang sesuai dengan keminataanya.
Namun pada prinsipnya bekal saat belajar dijenjang pendidikan menengah menjadi awal kegigihan mereka untuk melek teknologi.
Santri yang salaf, tentunya saat mereka bisa paham teknologi, sejatinya lebih dahsyat, karena mutholaah mereka jelas lebih sempurna, pemahaman tentang kitab kuning sangat mendalam, termasuk pemahaman ilmu alat (nahwu shorof) nya jelas semakin terampil dan ilmu menghafalkan nadzom dan ragam lainnya termasuk belajar ilmu faroid dan ilmu falaq sudah hal biasa, disaat mereka paham tentang teknologi maka mereka dalam menginterpretasikan kaidah-kaidah ilmu agama yang ditafsirkan akan sangat mendalam dan meluas pengetahuannya.
Saat santri melek teknologi, maka banyak khasanah kitab yang bisa dipelajari, termasuk mengetahui kitab yang dicetak itu ada kekeliruan ataupun perlu penajaman, karena bekal ilmu kitab sejak menjadi santri sudah diasah sedemikian rupa, namun kendala yang terjadi terkadang para santri salaf dalam khasanah organisasi tidak semahir mereka yang pernah jadi santri modern, atau santri semi modern. Aktivis pergerakan yang pernah nyantri, rata-rata adalah mereka yang pernah ikut organisasi pergerakan, sehingga kemampuan untuk memahami organisasi ataupun pola-pola strategi tertentu dalam operasionalisasi manajemen organisasi kurang trampil dibandingkan yang ikut organisasi secara dari pelajar hingga pergerakan.
Semua orang sejatinya bisa belajar teknologi, dan teknologi bisa dipelajari oleh siapapun, asal mereka mau belajar secara bertahap maka akan bisa mengaplikasikan dengan baik.