Lihat ke Halaman Asli

bahrul ulum

TERVERIFIKASI

Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Naik Kereta Api, Syarat Menunjukkan Rapid Anti Gen

Diperbarui: 1 November 2021   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PT. KAI (Dokpri)

Pandemi Covid-19, sejumlah penumpang dibayang-bayangi dengan berbagai syarat prokes, tunjukkan KTP, Tunjukan Kartu Vaksin, Tunjukkan Tiket, dan Tunjungan Aplikasi Peduli bahwa nama anda sudah di rapid anti gen dengan keterangan negatif. 

Aplikasi pedulilindungi yang diinstall lewat playstore menjadikan penumpang harus paham teknologi dan mau untuk install aplikasi tersebut di HP androidnya. Hasil dari pemeriksaan rapid anti gen menjadi syarat mutlak penumpang yang tujuannya antar Provinsi. 

Seperti yang dilakukan penulis misalnya, tujuan Brebes ke Jakarta, maka hidung ikut disogok, syarat rapid antigen ya harus disogok hidungnya, tak bisa membayangkan, jika seseorang yang selalu mobile naik transportasi pesawat dan kereta api antar provinsi, pastinya melalui proses sogok hidung kiri dan kanan.

Rapid Anti Gen (Dokpri)

Untuk mendapatkan hasil rapid antigen seseorang harus mendatangi klinik kesehatan yang membuka layanan rapid antigen, apakah mau di Laboratorium Kesehatan, Klinik Kesehatan Khusus, atau Klinik yang tersedia di stasiun kereta api. 

Akan berbeda jika anda, naik kendaraan travel atau bus, ataupun dengan kendaraan pribadi, maka tidak melakukan rapid anti gen, masih bisa, padahal tujuan alamat yang dituju oleh mereka yang bepergian sama, contoh Jakarta. 

Sepertinya ini yang menjadikan banyak orang yang ingin bepergian menggunakan mode transportasi lain agar terhindar daei sogok hidung, khawatir jika disogok terus nanti hidung semakin bermasalah dikemudian hari. 

Belum lagi jika penikmat dana rapid anti gen adalah lembaga swasta, ini artinya uang yang diterima jelas akan kembali kepada penyedian jasa swasta, perlu ada kebijkan serius mestinya, agar layanan untuk rapid anti gen ini bisa dilakukan oleh Pemerintah daerah, sehingga dana yang masuk dari keuntungan tarif bisa masuk ke negara dan nantinya bisa dinikmati keuntungannya untuk rakyat kembali bukan kepada sektor swasta. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline