Pemenuhan hak anak di Kabupaten/Kota memang sangat sulit, ada empat hak anak yang harus dipenuhi yakni hak hidup, tumbuh kembang, perlindungan, partisipasi. Jika para birokrasi ingin mencapai pada upaya pemenuhan pastinya butuh proses yang cukup lama, karena untuk bisa menenuhi hak anak maka dibutuhkan langkah yang kongkrit, kontinue, holistik, dan berkesinambungan.
Maka ada dua opsi yang sering dipilih dalam mengambil kebijakan, yakni pertama menuju pemenuhan hak anak, kedua memilih penghargaan sebagai bentuk publikasi, advokasi, promosi, edukasi. Wajar dengan adanya penghargaan di segala dimensi yang dilakukan oleh pusat kepada kab/kota lebih banyak untuk mendorong atau memotivasi kepada daerah untuk mau dan mampu mewujudkan pemenuhan hak anak di segala bidang.
Terasa sulit memang, jika tidak bersungguh-sungguh, apalagi kendala yang kentara adalah ketika pejabat yang dilantik awalnya komitmen dan semangat untuk mewujudkan beberapa output dari klaster KLA, namun ternyata mereka dapat jabatan baru atau bisa saja di mutasi ke jabatan yang sama tetapi di kantor yang lain. Padalah rotasi dan promosi dianggap hal yang lumrah dan biasa.
Belum lagi tantangan yang lainnya, bagaimana menggerakan masyarakat untuk mau dan memahami bagaimana caranya agar partisipasi masyarakat untuk memastikan hak-hak anak di level desa atau kelurahan bisa tercapai, ini jika tidak diperjuangkan bersama maka sampai kapanpun tidak akan berjalan maksimal.
Dunia usaha juga harus memahami bagaimana mereka juga responsif untuk kepentingan terbaik kepada anak, kenapa mereka harus peduli, karena akan menjadi beban ganda jika masalah anak tidak ditangani secara serius oleh daerah, keberpihakan dunia usaha dan perguruan tinggi juga sangatlah penting, namun pada realitanya masih ditemui vanyak perusahaan yang belum memahami apa saja yang perlu diintervensi pada persoalan pemenuhan hak anak.
Anggaran untuk pemenuhan hak anak baik di pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa/Kelurahan juga masih belum menunjukkan secara maksimal, karena masih banyak masalah anak yang harus diselesaikan namun teebentur pada pembiayaan, berapa banyak anak tidak sekolah misalnya ingin belajar kembali sekolah dan perlu biay karena kedua orangtuanya tidak mampu atau bisa jadi ada masalah pada orangtua lalu anak jadi korban.
Tak ada yang sulit, ketika diselesaikan bersama-sama, semoga di tahun 2021 nantinya semua Kab/Kota akan melakukan semua gebrakan dalam pemenuhan hak anak secara kolaboratif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H