Media warga menjadi salah satu saluran alternatif dalam menghadapi Industrialisasi 4.0, karena informasi warga harus bisa diberikan wadah atau saluran yang tepat agar mereka juga bisa memanfaatkan saluran tersebut untuk perubahan kebijakan yang berdampak pada masyarakat secara luas.
Saluran warga yang sekarang mempunyai posisi tawar adalah citizen jurnalism atau kumpulan dari warg yang sengaja di latih dalam sebuah pendidikan ilmu jurnalistik dan tetap berpedoman pada etika jurnalistik yakni kode etik jurnalistik.
Media warga sebagai saluran berimbang, karena para kontributor ini menulis kondisi yang ada disekitar lingkungannya atau yang ditemuinya dalam rangka perbaikan ke arah yang lebih baik, saat mereka diberikan ruang inspirasi dan cara menulis pemberitaan yang baik dan benar maka warga berarti sudah melakukan praktek transparansi dan penyebarluasan informasi yang berimbang, termasuk mencegah pemberitaan hoaks atau berita bohong.
Mengutip di tirto.id dijelaskan bahwa Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Ada perbedaan yang jelas kentara dengan kehadiran Jurnalis Warga atau biasanya disingkat dengan JW, pertama mereka tingga di desanya, kedua saat ada peristiwa terkini mereka jelas paham terlebih dahulu, kedua bila lokasi yang ada jauh dan terpencil, jelas akan menjadi kesusahan bagi para jurnalis media mainstream karena perjalanan dan tenaga yang dibutuhkan jelas sangat besar belum lagi ongkos yang dikeluarkan, disinilah kemudian menjadi peluang baik warga untuk bisa berpartisipasi pada kepentingan orang banyak dan menjadi agen perubahan.
Menjadi JW tidak dibayar atau tidak punya jaminan honorarium tiap bulan, berbeda dengan menjadi jurnalis di media mainstream, wajar saja target pemberitaan di JW juga tidak sehebat yang ada di media yang kontributornya mendapatkan honor bulanan atas tulisan atu pekerjaanya.
Pastinya JW bisa mempunyai posisi tawar apabila mereka bisa menyuarakan informasi yang berimbang, minimal mempunyai story if change atas perubahan dari proses liputan hang dibuatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H