Pengajian Bidayatul Hidayah kali ini penjelasan puasa diKitab Bidayatul Hidayah Karya Imam Ghozali. Pengajian ramadhan ini diuraikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah KH. Subhan Makmun, Desa Luwungragi, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes. Sabtu (9/05/2020).
Dijelaskan oleh KH. Subhan, Tidak selayaknya engkau mencukupkan diri hanya dengan berpuasa di bulan Ramadhan saja, lalu meninggalkan perniagaan dengan amalan-amalan sunnah dan meninggalkan usaha untuk menggapai derajat yang tinggi di surga Firdaus.
Jika hal itu yang kau lakukan maka engkau akan menyesal tatkala menyaksikan kedudukan yang dicapai oleh orang-orang yang berpuasa, yang tampak laksana bintang-bintang yang gemerlapan. Dan mereka berada di tempat yang tertinggi di dalam surga.
Siapa pun yang berpuasa di dalamnya akan memperoleh pahala yang sangat banyak adalah hari Arafah (9 Dzulhijjah) bagi yang tidak sedang menunaikan haji, hari Asyura (10 Muharram), sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, sepuluh hari pertama bulan Muharram, puasa bulan Rajab dan bulan Sya'ban.
Kyai subhan menyarankan, berpuasalah saudara diluar ramadhan, karena puasa ramadhan itu adalah modalnya dan sunnahnya itu ibarat persenan atau untung. Puasa harus dijadikan kekuatan bagi mereka yang melakukannya.
Puasa itu ada yang satu tahun ketemu, sebulan, seminggu ketemu, apa saja, dijelaskan sama KH. Subhan, Berpuasa di bulan-bulan haram (mulia) adalah sangat utama. Bulan-bulan haram itu adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Yang satu menyendiri sedangkan yang lain berurutan. Hal ini berlaku dalam satu tahun.
Ada pun dalam setiap bulan waktu yang disunnahkan puasa adalah di awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan. Kemudian al-Ayyam al-Bidh, yakni tanggal 13, 14 dan 15 pada setiap bulan (hijriyyah). Sedangkan dalam setiap minggu waktu yang disunnahkan puasa adalah hari Senin, Kamis dan Jumat.
Mereka yang ahli puasa, maka ucapan mereka akan ditaati, karena para ulama yang berdakwah itu sebenarnya saat masih mudanya itu rutin menjalankan puasa, takut kepada Allah dan Wirai dan tawadhu, maka dakwahnya bermafaat, dan semua perkataan yang disampaikan akan diterima, jika dakwahnya bagus dan sesuai kriteria dai maka jamaahnya akan mentaati apa yang disampaikan bahasa jawanya nurut dengan pitutur.
Namun sebaliknya, bila mereka yang jarang puasa kemudian berda'i kemudian perkataanya tidak ditaati oleh jamaahnya itu karena perkataannya seringkali tidak dilakukannya. Misalnya ahli puasa senin kamis, kemudian dakwah lewat ayo puasa senin kamis selama 3 tahun maka saat mengajak orang lain akan di taati, lah belum pernah puasa senin kamis malah ngajak puasa, malah bertambah jauh artinya tidak ditaati.
Dalam menentukan awal puasa harus lewat sidang dan mereka bersaksi atau disumpah para panitia penentuan awal puasa, makanya Kementerian agama dalam menentukan awal puasa dan akhir puasa melalui sidang isbat, ada hujjahnya terkait bab itu, jadi jangan sekali-kali menentukan satu ramadhan keliru, maka saat akhir ramadhan ditambahkan, apabila tidak terlihat hilal.
Kemudian jika ada orang yang musyafir ke beberapa negara, maka harus mengikuti jadwal buka puasa atau saurnya di negara itu, misalkan kita puasa di indonesia, kemudian puasa, ternyata waktu di saudi belum buka, maka kita harus ikuti puasa waktu saudi atau waktu setempat bukan waktunya jadwal Indonesia.