Lihat ke Halaman Asli

bahrul ulum

TERVERIFIKASI

Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Tergiur Ekonomi Sejahtera, ABK pun Berani Melaut Walau Nyawa Taruhannya

Diperbarui: 9 Mei 2020   11:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Pixabay.com

Duka bagi warga Indonesia, karena telah diberitakan di Media Korea Selatan, MBC News, ABK berstatus WNI dihanyutkan dan dibuang ke laut Jasadnya jika meninggal, dan menurut MBC, pembuangan jenazah ABK WNI terjadi di Samudera Pasifik pada 30 maret.

Padahal ketentuan ILO, ada prosedur pelarungan jenazah (burial at sea), dalam ketentuan ILO, seorang kapten dapat memutuskan melarung jenazah dalam kondisi ketika jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga dapat berdampak pada kesehatan.

Betapa beresiko pada ABK yang mencari sesuap nasi untuk menghidupi keluarganya atau saudara kandung yang ditinggalnya, dan dia sebagai tulang punggung ekonomi keluarganya, karena orang tua dirumahnya tidak sanggup untuk hidup layak. 

Hanya mengandalkan anak pertama atau kedua yang sudah besar dan disuruh berangkat jadi ABK, karena dianggap tetangga yang sudah berangkat hidupnya semakin sejahtera, ditandai dengan rumahnya berkeramik, motornya baru dan bagus, belum lagi saat menunjukkan handphone dan pernak-pernik sedikit glamor tampak terlihat disaat pulang dari perjalanan berlayar.

Sebenarnya para ABK ini sudah paham, ketika jadi ABK, nanti harus mampu bekerja diatas kapal dengan segala konsekuensi, dan harus berinteraksi dengan para ABK dari berbagai daerah bahkan bergabung dengan ABK negara lain, yang penting fisik mereka kuat, dan siap dalam situasi apapun.

Jadi ketika bekerja terus, buat makan sekitar 10 menit, dan 15 menit, bekerja mulai jam 11 siang sampai jam 4 pagi itu sudah diinformasikan dari teman-teman ABK yang sudah pulang duluan, namun karena tampilan saat pulang ABK ini semakin terlihat kaya, dan apa pun yang mau dibeli ada, sehingga resiko yang akan diterima nantinya sudah dipikirkan masak-masak, walaupun harus nyawa sebagai taruhannya.

Herwanto contohnya, dulu pernah menjadi ABK dengan datang dari satu negara ke negara yang lain, tidak pulang dalam beberapa bulan, dan harus tidur tiga jam dalam sehari, harus membanting tulang mencari ikan, karena dulu fisiknya muda, sehingga tidak begitu memikirkan.

Hanya saja ketika pergantian musim di suatu negara, kalau di Indonesia ini mengenal hanya dua musim, padahal di negara yang akan dikunjungi saat berlayar terkadang menemui musim salju, musim dingin, dan musim lainnya. Semua resiko harus dihadapi karena itu konsekuensi menjadi ABK, namun saat sudah menerima uang hasil dari kerjanya, rasanya lelahnya dan kurang tidur menjadi hilang.

Kita mau protes bagaimana, wong posisi kita di tengah laut, semua diatur oleh kapten saat dilaut, kalau nasib berbaik kepada kita, maka kita pun berlayar menikmatinya.

Namun saat tidak baik pada kita, misalnya jatuh sakit, maka mereka tidak mengenal namanya jatuh sakit, apalagi saat kita berlayar dan masuk ke negara lain, maka bisa saja kita dianggap TKI illegal, karena paspor yang ada dipegang sama Kapten, jika tidak menurut, beresiko pada nasib kita di negara itu, dianggap illegal.

Makan ikan mentah, dan air minumnya dari air sulingan dari air laut, ya dianggap biasa, bahkan kalau musim dingin, kita harus minum penghangat badan, agar tidak terlalu dingin, sehingga kalau kemudian banyak ABK kemudian minum air putih hangat, atau terkadang harus minum miras, itu sebagai penghangat badan karena situasi cuaca yang sangat dingin sekali, khawatir nanti malah meninggal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline