Untuk mendekat kemakrifatan seseorang maka yang bersangkutan harus dilatih, caranya wudhu dengan baik, mandi pun harus benar, lalu saat munajat dengan Allah maka harus dengan khusyu dan batin yang tidak was-was, dan seakan-akan kamu melihat Allah atau seolah-olah kita ini mau menghadap pencipta alam, dibuat kita mau berhadapan dengan petinggi negeri pun kita harus menyiapkan sedemikian rupa, masa saat mau menghadap kepada Allah SWT kita malah tidak tenang dan tidak khusyu.
Demikian disampaikan dalam Pengajian Kitab Bidayatul Hidayah yang di bacakan oleh Pengasuh Ponpes Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes KH Subhan Makmun. Minggu (3/05/2020).
Tambah KH. Subhan, coba kalau sholat disebelah anda adalah mertua anda, atau misalnya anda menjadi imam jamaah, dengan anda saat sholat sendiri tanpa ada siapa-siapa, mana yang cepat sholatnya, maka anda bisa membedakan sendiri, semua harus dilatih karena untuk mencapai khusyu tidaklah mudah, dalam pikiran anda harusnya sudah mulai menata sholatnya agar bisa khusyu, dan tawadhu karena kita ini sebenarnya hamba yang hina di hadapan Allah, karena perbuatan kita di dunia ini banyak kesalahan, Allah tidak bisa digambarkan, dan janganlah disamakan secara khayalan baik itu rupa ataupun wujudnya.
Nafsu kita harus dikendalikan, bukan dimatikan, misalnya nafsu makan, marah, jika nafsu dimatikan maka anda tidak merasakan nikmatnya makan. Nafsu itu tidak pernah puas, Kyai mengibaratkan nafsu dengan anak kecil yang ingin terus menyusu meski usianya sudah lewat dua tahun. "Kalau dibiarkan sampai empat-lima tahun dia menyusu. Harus mampu, 'tidak boleh'. Ibunya sedih, tetapi harus mampu (menghentikannya).
Begitu pula saat sholat, jangan sampai kita khusyu saat sholat saja, tapi juga khusyu di semua ibadah yang kita lakukan, nafsu yang ada harus dikendalikan, selalu mengucapkan Allah disemua gerakan sholat, sehingga pikiran kita tidak kosong, karena kalau kosong maka setan mudah untuk mengendalikan nafsu kita, dan akhirnya bukan kekhusyuan yang didapat malah sebaliknya.
Lafadz niat ada dihati, dan lisan itu dimulut, makanya usahakan disaat kita jadi makmum, usahakan saat imam sudah takbir, kita harus segera takbir, jangan sampai jadi makmum masbuk, malah menunggu bacaan setelah alfatehah baru kita takbir.
Tempatnya niat ada di hati, tetapi untuk sahnya niat dalam ibadah itu disyaratkan empat hal, yaitu Islam, berakal sehat (tamyiz), mengetahui sesuatu yang diniatkan dan tidak ada sesuatu yang merusak niat. Syarat yang nomor tiga (mengetahui sesuatu yang diniatkan) menjadi tolok ukur tentang diwajibkannya niat.
Melafalkan niat sebelum takbir dapat membantu untuk mengingatkan hati sehingga membuat seseorang lebih khusyu' dalam melaksanakan shalatnya.
Jika seseorang salah dalam melafalkan niat sehingga tidak sesuai dengan niatnya, seperti melafalkan niat shalat 'Ashar tetapi niatnya shalat Dzuhur, maka yang dianggap adalah niatnya bukan lafal niatnya. Sebab apa yang diucapkan oleh mulut itu (shalat 'Ashar) bukanlah niat, ia hanya membantu mengingatkan hati. Salah ucap tidak mempengaruhi niat dalam hati sepanjang niatnya itu masih benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H