Sebuah visi Indonesia pada tahun 2045 menjadi 5 Besar Kekuatan Ekonomi Dunia, Indonesia akan menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2040. Sebuah visi yang harus diimplementasikan dalam misi yang luar biasa. Sehingga perlu ada reformasi kebijakan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, melalui RUU Cipta Kerja dimana ada Regulasi yang baik, akan menciptakan lapangan pekerjaan banyak, masyarakat yang menikmati pekerjaan semakin banyak tentunya dengan penghasilan yang terstandarisasi, dan pendapatan masyarakat semakin meningkat, bukan sebaliknya.
RUU cipta kerja ini muncul karena ada deman and supply yang saling memperkuat, dimana jika permintaan konsumsi meningkat, maka akan meningkatkan pertumbuhan investasi yang luas, dampak investasi tentunya akan meningkatkan pendapatan masyarakat, produk barang dan jasa semakin berpeluang laku karena daya beli tinggi, pertumbuhan ekonomi masyarakat semakin terjamin.
Namun untuk mewujudkan kesejahteraan pada aspek diatas, maka perlu ada komitmen tinggi, dalam rangka penciptaan lapangan kerja baru, agar penduduk usia produktif tidak menganggur, mereka yang sekolahnya sudah lulus baik jenjang SMA/SMK/MA dan perguruan tinggi bisa bekerja, dan memunculkan bisnis baru dilingkungan industrial yang ada.
Bagi pebisnis juga berharap agar ada iklim ekonomi yang kondusif dilingkungan industrial, ada mekanisme penyederhanaan prosedur tidak banyak meja yang ditempuh, jutaan penduduk Indonesia bisa produktif melalui pekerjaan yang didapat. dan meeka yang bekerja pun mendapatkan upah atau hak pekerjaam serta jaminan sosial yang sesuai dengan aturan yang ada sebagai payung pengikat bagi mereka.
Saat ada peningkatan pendapatan atau income bagi penduduk tentunya bisa memacu peningkatan daya beli di masyarakat, diharapkan rata-rata pertumbuhan income per capita tahun 2020-2024 mencapai 7,5%- 8,4%. sehingga akan meningkatkan konsumsi pendapatan masyarakat.
Namun kalau kita lihat fakta dan realita kondisi sekarang ini, bahwa kondisi ekternal yang ada, masih menyisakan beberapa problem, diantaranya masih ada ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global, terlebih lagi dengan munculnya pandemi corona yang sudah melebar ke beberapa negara di berbagai benua di dunia., menjadikan dinamika geopolitik yang terjadi menjadi semakin terpuruk. Belum lagi dengan ada perubahan teknologi, dan industri 4.0, serta ekonomi serba digitalisasi.
Sisi Internal di Indonesia sendiri, bahwa pertumbuhan ekonomi kita ini rata-rata di kisaran 5 persen dalam 5 tahun terakhir, belum lagi pengangguran ada 7,05 juta orang, angkatan kerja baru bertambah 2 s.d. 2,5 juta orang per tahun dan pekerja informal ada 70,49 juta per orang menambah beban bagi Negara untuk menyelesaikan sebuah terobosan baru.
Sisi yang lain ada permasalahan ekonomi dan bisnis dimana ada tumpang tindih regulasi, rendahnya efektifitas investasi, penduduk yang tidak bekerja semakin tersebar di semua Kab/kota di Indonesia, dan UMKM besar belum menjamin sebagai bapak angkat bagi pelaku UMKM yang skala kecil karena produktivitas UMKM besar semakin rendah.
Sehingga Pemerintah mengambil Jurus jitunya dengan mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dengan mencoba membuat formala yakni pertama simplikasi dan harmonisasi regulasi dan perijinan, kedua investasi yang berkualitas, ketiga penciptaan lapangan kerja berkualitas dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan, termasuk pemberdayaan UMKM.
Target di tahun 2045 Indonesia berdaulat, maju, adil dan makmur bisa tercapai, dengan target besaran adalah masuk 5 besar ekonomi dunia, lepas dari jebatan negara berpendapatan menengah atau dikenal dengan middle income trap, tingkat kemiskinan mendekati 0 persen, PDB mencapai USD 7 triliun, peringkat ke 4 PDB Dunia, dan tenaga kerja semakin berkualitas.
Kemenkumham juga menyebutkan per 23 Januari 2020 bahwa Indonesia Saat ini terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang menggambarkan kompleksitas dan obesitas regulasi di Indonesia. Sedangkan pada Dokumen Bappenas, 2020 juga menyebutkan bahwa penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia paling banyak adalah regulasi dan institusi, karena regulasi tidak mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis, dan kualitas institusi rendah dibuktikan dengan korupsi tinggi dan birokrasi tidak efisien, lemahnya koordinasi antar kebijakan.