Gerobak sampah, diayunkan tiap hari oleh para pencari sampah bekas dari gang ke gang, terkadang gerobah penuh dengan rongsokan, baik itu bekas minuman aqua, kardus, besi, botol, gembes, ataupun timba bodol, semua bisa masuk, termasuk kertas semen.
Penarik gerobag sampah ini mendapatkan kisaran Rp 200-Rp 1500 rupiah per kilo dari barang bekas yang diambil dari ibu rumah tangga yang menyimpan barangnya di rumah, daripada sesek dimasukan di grasi rumah, lebih baik dijual kiloan saja, hitung-hitung rumah semakin bersih karena telah dibayar sama pengayuh gerobag sampah.
Sebut saja Marzuki, asal dari Ketanggungan, menerima bekas rongsokan, dengan ragam harga, botol kecap misalnya, dihargai Rp 200 kalau dijual Rp 300 dapatnya Rp 100 rupiah. Kalau disuruh bekerja menjadi kuli bangunan lebih memilih tukang bangunan, selain rutin dapat honornya, dan sudah jelas perolehannya. Namun kalau pencari barang bekas, paling satu gerobag isinya kisaran 15 kilo kalau dapat dibawah Rp 100ribu, saat musim dipotong lagi per kilo sama bos yang menerima barang bekasnya.
Sekarang harga barang bekas lagi turun, jadi teman-teman saya mulai berguguran bekerja di tempat yang lain, ada yang bekerja jadi buruh tani dan tukang bangunan. Mereka mencari pekerjaan yang hariannya tetap.
Ada juga barang bekas yang disulap menjadi kerajinan, termasuk digunakan untuk pot bunga, bahkan ada yang dibuat kreasi mainan lucu, sehingga bisa memberikan nilai tambah ekonomi keluarga. Seperti halnya yang dilakukan para perempuan yang mencoba mengolah bekas plastik kopi kemudian disulap menjadi tas yang unik dan menarik. Dijual bisa sampai Rp. 50 ribu, bahkan ada juga barang bekas seperti ban mobil pun diolah menjadi sandal, sepatu, bahkan meja dan kursi dari barang bekas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H