Lihat ke Halaman Asli

bahrul ulum

TERVERIFIKASI

Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Era Bisnis Pertelevisian, Siaran Televisi Cenderung Normatif

Diperbarui: 24 Januari 2020   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Memiliki televisi dirumah menjadi hiburan paling diminati oleh semua kalangan, baik saat waktu santai, waktu liburan, bahkan saat ada pemberitaan atau siaran langsung pertandingan bola ataupun film unggulan atau kolosal menjadi branding bagi sejumlah pemirsa yang berada di pelosok nusantara ini. 

Mereka mendapatkan informasi pemberitaan terkini paling banyak dari media televisi, mau beli media cetak, rumahnya jauh, mau buka handphone tidak bisa membukanya dan harus ada qouta internet, dan ragam lainnya. 

Kenapa Parabola

Dibandingkan beli antene biasa dengan beli parabola maka secara etung-etungan materi masih murah beli parabola, alasan pertama mekanik parabola sudah banyak, setiap kab/kota ada penjual parabola, ketiga variasi channel banyak, keempat tidak ada iuran pembayaran pajak TV bagi siapapun yang memiliki parabola. 

Wajar saja jika didaerah pegunungan, warga desa rela membeli parabola untuk mendapatkan semua channel siaran televisi, sehingga bisa membuka siaran TVRI, channel TV swasta, dan Channel TV agama atau kartun, tergantung seleranya masing-masing. Mereka rela membeli parabola karena meyakini bahwa dengan membeli parabola ada ratusan channel yang bisa ditangkap oleh TV yaang ada dirumahnya.

Siaran Edukasi dan Informatif 

Kalau melihat channel antar negara, sangat berbeda antara saat membuka channel HBO dengan channel TVRI, belum lagi kalau lihat channel televisi jepang yang menampilkan beberaapa edukasi bagi remaja dan pesan moral apa yang disajikan, sehingga penduduk disana akhirnya memiliki dampak pada sikapnya untuk menghargai dan menghormati dengan tampilan siaran yamg telah dimuat, berarti media bisa menjadi agen perubahan sikap.

Bagi penonton seperti saya contohnya, prinsip yang ingin dilihat di televisi adalah ada informasi terbaru, ada nilai edukasi yang diberikan agar warganya itu bisa meniru atau mencontoh siaran yang di publikasikan, sebagai hiburan yang murah sehingga film yang berbau kekerasan atau kolosal atau mistik seyogyanya dihindari, kesannya kalau nonton televisi harusnya semakin cerdas tidak terjerumus.

Coba dibayangkan jika mengutip dari Data di portal kominfo.go.id disebutkan saat ini setidaknya terdapat 1168 stasiun TV di seluruh Indonesia, ratusan start up baik lokal dan nasional, dan ada kurang lebih 8.760 jam penayangan materi setiap tahunnya. Sehingga guna mendukung terciptanya industri penyiaran yang kuat diperlukan dukungan mulai dari regulasi hingga penyiapan sumberdaya manusia. 

Tentunya ini menjadi tantangan bagi pengelola TVRI karena sebagai televisi tertua di Indonesia, harus mampu dan mau menyesuaikan dengan segmentasi pasar yang ada termasuk segmen keminatan penduduk Indonesia dalam menonton media televisi ini. 

Pengelola harus profesional, harus memberikan ruang dialog interaktif bagi semua segmen, pemberitaan yang up to date, dan bisa ditknton secara sehat dan cerdas tapi tidak monoton.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline