Pagi ini, saat keluar dari rumah, di jalan raya ibukota penyuplai bawang merah nasional, seragam korpri tampak terlihat dengan jelas, berarti ini tanggal 17. Bagi orang awam batik corak korpri ini memang sangat berbeda, tidak sembarang orang berani pakai, jika tidak memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil termasuk pegawai BUMN dan BUMD.
Ada perasaan takut jika bukan PNS kemudian memakai seragam ini. Bagi PNS seragam ini adalah kebanggaan karena Korps Pegawai mendapat status yang layak dan dipahami oleh semua masyarakat secara luas.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) berganti nama menjadi Korps Profesi Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia. Sehingga mereka harus mentaati kode etik keprofesiannya.
Pancaprasetya Korpri adalah kode etik yang harus dijunjung tinggi anggota organisasi tersebut. Pancaprasetya Korpri adalah panduan sikap dan perilaku serta komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat.
Wajar saja jika semua aturan yang ditetapkan dalam lembaran negara atau bahkan pada aturan peraturan daerah atau Bupati pun mereka akan mentaatinya, seperti contoh menggunakan seragam kerja dari hari senin sampai dengan jumat atau ada juga sampai sabtu.
Menggunakan baju seragam korpri pun harus di pakai, itu bagian dari azas kepatuhan, akan terlihat mereka yang ketidakpatuhan terutama saat apel pagi dikantornya, sehingga ada yang merasa malu saat seragamnya berbeda dengan teman sejawatnya, bisa saja pulang kembali ke rumahnya untuk ganti seragam bila dekat, bisa juga cuek, lagian tidak ada sangsi tegas jika tidak pakai seragam korpri.
Selain baju korpri, para ASN ini juga diminta untuk menggunakan seragam lain dihari kerja diluar tanggal 17. Misalnya menggunakan seragam putih, batik khas daerahnya ataupun menggunakan seragam daerah. Apapun yang sudah ditetapkan oleh aturan daerah ataupun pusat maka akan ditaati sebagai bentuk profesionalisme.
Dampak Memakai Seragam
Bila ada aturan menggunakan seragam dari lembaga atau organisasi sosial apapun maka akan memberikan senyum bagi pelaku usaha seperti pengusaha batik, pengusaha tekstil, penjahit atau tailor sampai para butik pun kebanjiran order seragam tersebut, bahkan pasar pakaian menjadi ramai karena para pegawai ini harus memakai seragam yang ditentukan. Awalnya susah mencarinya, namun seiring berjalannya waktu, maka akan mudah dicari dan harganya sedikit murah.
Contoh yang mudah dilihat adalah kebijakan calon haji menggunakan batik nasional haji, awal di tahun 2006 mencari bahan batik haji begitu susah, disaat bahan yang dibeli susah, namun sekarang bahan batik haji sudah ada di toko pakaian atau butik pakaian, mereka menyediakan bahan batik haji nasional.
Contoh lain lagi, adalah seragam batik di organisasi masyarakat NU dan muhamadiyah, ataupun di Dewan Masjid Indonesia, penggunaan pakaian seragam yang sama sudah menjadi wajib, bagi pengurus memberikan anjuran agar memakai seragam yang ditentukan, bila perlu dibelikan bahannya, saat itu sudah menjadi identitas resminya, dan berlaku hingga ke ranting maka akan dipatuhi dan segera dijahit untuk dipakai.